Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Hallo, Desember

Akhirnya .   Kata itu yang ada dipikiranku pertama kali untuk memulai tulisan di sini. Ini berarti, genap sudah ceritaku untuk setiap bulannya dalam setahun. Sejujurnya, aku tidak pernah berpikir untuk mendokumentasikan seluruh kejadian ini dalam cerita bulanan. Sebab setiap waktu yang berlalu, mungkin masih menyimpan arti yang luput dari perhatianku. Tidak apa. Tidak semua hal harus dimengerti saat itu juga, kan? Tetapi terkadang, mengendalikan pikiran untuk berhenti bertanya ‘ bagaimana jika.. ’ itu sulit sekali. Sesekali (mungkin juga seringkali) aku masih kalah untuk memegang kendali. Ya, aku memang tak pernah berniat untuk bercerita tentang apa saja yang kulalui. Tetapi, hati bisa saja berubah. Nyatanya, aku pun luluh untuk menuliskannya walaupun aku yakin sepenuhnya bahwa catatan ini masih jauh dari sempurna. Sebab bukan perkara mudah untuk menuangkan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan ke dalam bentuk sebuah tulisan. Belum lagi kalau didera penyakit lupa. Ketika apa yan

Hallo, November

Hitungan kali ini membuatku sadar hanya tinggal 31 hari lagi untuk meninggalkan tahun ini. Tahun yang katanya memberi banyak pelajaran, terutama untukku sendiri. Di luar sana, musim pun juga lebih terang-terangan berganti. Hujan turun lebih sering belakangan ini.  Ah... Tidak. Ini bukan catatan soal hujan. Bukan pula gambaran perasaanku yang menjadi melankolis ketika hujan turun. Aku tidak berniat meromantisasi hujan dengan sebait puisi untuk saat ini. Biar saja ia tidak tertulis. Biar saja ia tercatat rapi dalam benakku. Biar saja rasaku berujar sendiri dalam hampanya tentang hujan yang kini terjadi. Ah, kenapa aku jadi menjabarkannya sekarang?   Baiklah, catatan ini adalah catatan kesebelas dalam tahun ini mengenai suatu bulan.    Ada apa dengan November? Sebenarnya, tidak ada suatu hal yang istimewa di bulan ini dalam pandanganku selain pergantian musim yang aku nikmati. Selebihnya… tidak ada. Novemberku masih sama seperti bulan-bulan lainnya. Tentang aku yang masih berjuang. Aku

Hallo, Oktober

Bagaimana? Apa ada catatan khusus? Sebentar, biar aku gali kembali memori kedelapan ini. Ah, sepertinya ada yang salah. Meskipun kata ‘ octo ’ dalam beberapa bahasa berumpun roman berarti delapan, sejatinya ini sudah hitungan kesepuluh. Kurang dua bulan lagi, maka hitungan kembali tergenapi.  Terakhir kali bermain, ada satu hal yang baru kuingat tentang bulan ini. Di belahan bumi bagian sana, dimana aku tidak menetap di dalamnya, bukankah penghujung bulan ini cukup menjanjikan nuansa horor seperti halnya malam satu suro dalam kebudayaan Jawa? Eh… entahlah.  Karena sejatinya, aku tidak pernah melaluinya. Sekali lagi, aku hanyalah seorang pengamat. Mendekorasi saja (dalam permainan) bagiku sudah cukup untuk menyimpulkan seberapa horor malam itu nanti. Lalu, apa kabarnya jika ini bersamaan dengan malam satu suro? Malam yang sebenarnya horor, tetapi bisa menjadi sesuatu yang seru juga. Sepertinya. Yang aku ingat, bulan ini erat kaitannya dengan bahasa. Bulan Bahasa, terjadi di bulan ini ka

Hallo, September

September ceria, September ceria…   September ceria, September ceria   Milik kita, bersama..aaa….*   Kalau dipikir-pikir lagi, 2020 tinggal hitungan dibawah lima jari. Iya kan? Sudahlah, bukan perkara berapa bulan lagi untuk beranjak meninggalkan 2020. Apa kabar dengan beberapa rencana yang sudah tersusun sepanjang tahun ini? Sudahkah banyak yang tercentang? Tidak hanya kamu, aku pun demikian. Bahkan kurasa, semua pun juga sama-sama mengalaminya. Beberapa rencana harus kembali tertunda untuk dilaksanakan di tahun berikutnya. Sebenarnya, untuk menuliskan hal tersebut aku sangsi. Bukan karena pemikiran soal kemampuan untuk memenuhinya di tahun selanjutnya (meskipun ini mungkin saja sesekali hadir). Lebih karena dibalik hambatan yang merintang, engganku pun menyaru. Apakah ini restu dari semesta? Atau hanya akalku saja yang mengada-ada mencari pembenaran?   Baiklah, Selamat datang pada hitungan kesembilan. Angka yang sempurna. Selamat menulis kisah pada setiap harinya di bulan ini.

Hallo, Agustus

Selamat menginjak bulan kedelapan. Selamat datang pada waktunya menuliskan catatan di bulan ini. Oke, ini berlebihan, karena sejatinya aku hanya datang untuk menyapa saja. Tetapi, kembali kuucapkan, Selamat datang bulan kedelapan . Bulan yang sarat dengan aroma kemerdekaan yang menguar di udara pada langit beberapa negara, salah satunya Negeriku.  Eh… iyakah? Ah, semoga saja aku tidak salah mengira. Mungkin para pembaca yang budiman, dimanapun kalian berada, bisa membantuku mengingat negeri mana saja yang turut merayakan kemerdekaannya di bulan ini. Hmmm, Bicara soal merdeka, bayanganku masih tentang bebas. Padahal, belum kering setahun catatanku tentang kebebasan. Bukankah baru kemarin ditulis? Eh… menunggu setahun kering itu terlalu lama. Tetapi memang belum mengering dalam ingatanku tentang catatan kemarin. Walaupun satu bulan sudah lewat. Ini kenapa ngomongin tulisan kering udah kayak ngomongin jemuran tetangga sebelah sih? Ngomongin soal Agustus… Dari jaman masih kecil dulu, t

Hallo, Juli

Tadinya, aku tak tahu harus berbagi tentang apa di bulan ini. Tak ada tanggal merah di kalender. Tak juga ku tuliskan suatu reminder tentang perayaan apapun pada lingkupku. Juli, adalah hari yang normal. Juli, tak jauh berbeda  dengan empat hari kerja dalam seminggu. Sedang pertanyaan itu terus berputar dalam benakku.  Apa yang istimewa dari bulan Juli untuk seorang 'aku'?   Lalu kulihat suatu peramban yang memperingati hari nasional di negaraku. Bahkan, untuk seorang anak kecilpun mendapat suatu hari istimewa. Hari yang menjadi peringatan, untuk menghargai hak yang didapatkan seorang anak.  Mengingat kata anak-anak, maka kata lain yang terpikir, pada usiaku saat ini adalah kebebasan. Ah... Mungkin karena aku merindukan masa kecilku. Mungkin juga karena aku adalah seorang anak yang memiliki kebebasan pada masanya dulu. Untuk bermain tanpa mengenal waktu, mengatakan apa saja yang terlintas pada benakku seketika, juga bersikap tanpa pernah memahami perasaan orang lain akibat sik

Hallo, Juni

Sejujurnya, aku tak yakin dapat bercerita dengan baik tentang bulan ini.  Awal Juni lalu, pada satu titik, aku seolah memahami tentang apa yang mengilhami beberapa artist menjadikan Juni seolah nyawa bagi karyanya. Sapardi dengan Hujan Bulan Juni-nya, dan Roxette juga dengan June Afternoon . Seingatku, hanya dua contoh itu saja yang aku tahu. Ada yang mau memberiku contoh lainnya? Yeah... Juni seakan memberi ide segar untuk berkarya ataupun sekadar menuang rasa. Demikian halnya denganku. Seperti mereka, setidaknya ada dua inspirasi baru yang akan aku jalankan. Pertama, puisi berantai. Ah puisi... seperti Bapak Sapardi. Akankah bait-bait puisi itu menyusul ketenaran Hujan Bulan Juni? Hehehe... tidak apa kan? Bukankah bermimpi itu gratis? Oke... Inspirasi kedua, untuk menjadi seorang blogger di instagaram. Yah... Aku tahu. Menulis disini saja aku jarang sekali, apalagi di platform lain? Terlebih, platform itu juga pernah mengguncang kestabilan emosimu.   Bagaim

Hallo, Mei

Hi, May…  Menyapamu dengan sebaris kata diatas seolah menyapa diriku sendiri. Ah, bagaimana aku bisa lupa? Bukankah sudah sejak lama kita menyatu dan selaras dengan kehidupan?  Hitunganmu mungkin saja ganjil pada kalender masehi, tetapi kamu menggenapkanku. Seterusnya, sejak pertama kali disinipun, kamu berbeda untukku.  Hei, sebenarnya aku ingin berhenti untuk meromantisasi hal kecil ini dengan kata-kata yang lebih tepat menjadi dendang untukku. Hanya saja, andai rasa syukur bisa diungkapkan dengan rasa yang tak melulu menyentuh kalbu. Bisakah sekali saja, kita bercanda dalam mengungkapkan rasa, tetapi tidak demikian dengan makna?  Selamat datang, bulanku.  Kamu mungkin sudah tahu bahwa hadirmu selalu menggoreskan kesan di kalbuku. Tetapi tahun ini, kesan itu berbeda, menjadi dua kali lebih istimewa dari sebelumnya. Tahukah kamu? Semesta seolah  menyambut dua kali untuk kehadiranku. Pertama, pada hari manusia diibaratkan seperti bayi yang baru lahir.

Memoirs of Ramadhan 1441 H

  Tau-tau aja ini adalah hari terakhir puasa. Hari terakhir bulan Ramadhan. Gak papa kali ya, kalau tulisan kali ini ngomongin Ramadhan? (yang namanya Ramadhan, pliss… jangan ge-er).  Sebab, ngomongin orang gak baik kan? Oke…  Kalau mau ngaku, selalu ada sisi melankolis yang muncul ketika bakal ditinggal pergi bulan ini. Seketika aja flashback tentang apa-apa aja yang udah terjadi sebulan kemarin. Ada banyak pelajaran yang bisa aku ambil melewati Ramadhan tahun ini. Perihal menjadi pemimpin, setidaknya bagi diri sendiri. Perihal memperbaiki bacaan shalat yang ternyata masih banyak yang hanya asal bunyi. Perihal belajar istiqamah seberapapun kamu ditempatkan dalam segala keterbatasan. Perihal menyadari juga, sebenarnya, dalam ibadah paling mendasar pun masih banyak kurangnya. Lantas bagaimana bisa bersikap setinggi langit?  Itu baru sekian hal. Tahu apa yang paling parah? Ketika membandingkan apa yang terjadi antara Ramadhan tahun lalu dan tahun ini. Sendunya tambah parah.

Hallo, April

Sebenarnya, ada satu hal yang mengganjal di dalam sini. Iya, disini. Di hatiku. Tentang sebuah rasa yang sudah lama sekali ingin ku ceritakan padamu. Ah... Andai saja kemarin kau tetap bertahan sebentar untuk mendengar ceritaku. Sayangnya... Semuanya bohong.  Hehehe. Ini bulan April kan? Bulan keempat dalam hitungan masehi? Bulan dimana banyak orang melegalkan suatu kebohongan pada hitungan pertama? Apa yang biasa mereka sebutkan? April mop? Ya, begitulah. Apapun namanya.  Tenang saja, aku tak serius mengucapkannya. Aku hanya bercanda. Mau kau anggap serius pun percuma. Sebab, apa yang mau diseriusi? Tentang perasaanku? Hahaha... Niscaya, suatu nihil yang kau temukan.  Tetapi sebenarnya, memang ada yang mengganjal. Hei... Aku tidak berbohong kali ini. Suatu resah menyelimuti hatiku. Bumi, bumiku, bumimu juga, bumi kita, sedang tidak baik baik saja. Eh... Sebentar. Sepertinya aku salah? Benarkah bumi sedang tidak baik-baik saja?  Setahuku, yang tidak baik-ba

Hallo, Maret

Hello  March... Oh, now already the 3rd month?   Hehehe... Sejujurnya, aku tidak tahu, selebrasi khusus apa yang dilakukan orang pada bulan ini. Google juga tidak memberitahukannya padaku. Ah, tetapi, bukankah pada umumnya, orang-orang yang berada pada negara empat musim menyambut musim semi?  Seketika saja anganku berkelana di balik rimbunnya mekaran sakura. Atau putihnya dunia yang perlahan meluruh, berganti hijau yang teduh dengan langit biru menggantung diatas sana. Lalu beberapa pemuda dan pemudi menikmatinya dengan bercengkrama, ataupun mengabadikannya dalam lensa kamera. Ada pula beberapa keluarga yang menikmati angin musim semi berhembus. Menikmati piknik di bawah pohon yang kembali menghijau, ataupun menyambut sinar matahari yang menyapa kembali.  Lalu aku, hanya terdiam disini. Di suatu pojok ruang dengan khayal tentang musim semi yang biasa kulihat pada drama, atau film, atau juga novel dan komik. Hahahaha... Hanya membayangkan. Sebab aku belum b

Romansa dalam Lembaran Kain

Sebenarnya rada telat sih untuk menceritakan ini sekarang. Sebab cerita kali ini terjadi beberapa bulan yang lalu. Tepatnya, ketika aku sedang sibuk mempersiapkan salah satu perintilan pernikahan. Apa? Pernikahan? Iya. Kalian gak salah baca kok. Emang saat itu aku sedang mempersiapkan kebutuhan untuk pernikahan. Bukan pernikahanku sih tepatnya. Nah... Entah karena emang udah kelamaan menyendiri, atau emang kurang hal manis-manis dalam hidup, beberapa kejadian sembari mencari sepotong kain ini membuatku sensitif alias jadi gampang baper (bawa perasaan) padahal cuma hal kecil doang. Apalagi, ini bukan persiapan pernikahan sendiri.  Singkat cerita, kisah ini dimulai ketika aku memasuki kawasan pertokoan kain di Denpasar. Emang, sedari menjelajahi satu persatu toko, mataku gak berhenti mengamati gulungan-gulungan kain yang dipamerkan dengan beragam warna, jenis, ataupun motifnya, walaupun cuma dari emperan toko sih. Begitu juga ketika memasuki toko pertama ini. Seb

Hallo, Februari

  Katanya, ini adalah salah satu bulan yang banyak mengukir momen spesial . Ah, masa? Aku tidak mempercayainya. Hei… tunggu dulu, Bukan berarti Februari merupakan masa kelam bagiku pada hitungan sebelumnya. Aku juga tidak membencinya. Sebab pada bulan ini, seorang yang sangat berarti bagiku pun diutus ke dunia olehNya. Hanya saja, Februari menurutku sama saja seperti hitungan lainnya. Kecuali untuk hari itu. Beberapa mungkin sependapat denganku. Menganggap hitungan ini istimewa karena kehadiran seseorang yang berarti. Atau mungkin, bisa saja memperingati hari kehadirannya sendiri. Tetapi aku tidak buta tentang sesuatu yang dianggap spesial secara universal di bulan ini. Aku juga tahu, di luar sana, beberapa menjadikannya spesial dan menandainya dengan menjalin suatu hubungan. Terlebih, yang berhubungan dengan cinta. Entah dengan mengekspresikan sebuah rasa, atau mendeklarasikan suatu hubungan. Sejak lama, aku hanya memerhatikan pernak-pernik yang

Hallo, Januari...

  ‘ Manusia hanya bisa berandai-andai, Tuhanlah yang akan menentukan ’ Iya… aku paham. Euforia tahun baru terasa mengental dalam bulan ini. Coba saja tengok, berapa banyak yang menuliskan harapannya untuk lembaran yang baru. Berapa banyak yang sibuk menyusun rencana pada bulan ini. Hitung pula, berapa banyak dari mereka yang berlomba untuk menuliskan pencapaian yang akan dilakukan pada beragam media. Banyak, bukan? Ah… aku tidak ingin berkomentar lebih jauh. Aku paham, itu kebebasan mereka. Bukan suatu masalah besar bagiku. Sebab bukankah setiap manusia punya andil pula dalam menulis sendiri ceritanya? Jadi, biar saja. Lalu adakah manusia yang lebih memilih untuk tidak melakukan semua yang kutuliskan? Hahaha… ada. Aku salah satunya. Untuk kamu yang juga merasa, kamu tidak sendiri. Aku tidak menuliskan mimpiku. Juga apa yang ingin aku tuju. Bukannya tidak ingin bermimpi. Bukan juga pasrah pada kehidupan. Hanya saja, aku yang tidak percaya pada momentum menuliskan r