Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Kebebasan yang Kebablasan

Kalau menurutmu, kebebasan itu seperti apa? Eh… salah. Sepertinya, kebebasan itu yang bagaimana? Beberapa opsi yang muncul di benakku mendengar kata 'bebas' adalah, apakah bebas menentukan pilihan tanpa campur tangan atau pengaruh orang lain? Apakah bebas untuk berekspresi tanpa harus merasa takut menjadi aneh? Atau… Apakah bebas menentukan sikap/bersikap tanpa khawatir dihakimi karenanya? Sampai sekarang aja, sejujurnya aku gak punya gambaran pasti soal kebebasan. Kalau menganut versiku dulu, ada dua anggapan kebebasan yang mendekati ideal. Pertama, sesuatu baru dikatakan bebas kalau kita lebih banyak diuntungkan di dalamnya. Wajarlah, siapa juga yang mau rugi? Sudah pasti kalau diberi pilihan, semua orang akan memilih mana yang menyenangkan untuknya. Kedua, kebebasan itu kalau bisa yang gak ada aturan main nya.  Hehehe, gak salah kan? Mau bebas dari mana kalau sedikit-sedikit diberi batasan? Kalau begitu mah, bukan bebas namanya 🤣. Minimal, aturan mainnya gak banyak mengeka

Mari Kita Syukuri Hari Ini

Hmm…. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari hari ini, selain akhirnya aku mendapatkan waktu untuk jeda sejenak. Aku juga gak ngerti, kenapa iseng untuk menandai hari ini menjadi suatu hari yang patut disyukuri kedatangannya. Apa karena pengaruh aku bisa leluasa istirahat lagi? Mungkin. 😁 Cakep ya, langitnya kalau dilihat dari sini? Ngomong-ngomong aku baru sadar pas iseng menjelajah  profile  sendiri. Tanpa terasa, blog ini sudah 11 tahun ada di sini. Iya, gak terasa. Yah…meskipun blog ini masih saja menepi dari hingar bingar lainnya. Ibarat seorang manusia, mungkin dia tengah memasuki masa-masa labilnya alias masa remaja. Masihkah blog ini labil dalam menentukan jati dirinya? Sepertinya 😅 Bagaimana tidak menepi?  Wong  aku saja jarang pamerin tulisan yang aku  post  di blog ini lewat sosial mediaku yang lain. Karena… pertama, masih malu. Ada sih niatan mau mengenalkan, tapi kok yak, tekad maju mundur terus? Kedua, entah. Aku berpikir rasanya lebih menarik kalau mereka sendiri yang

Biarkan Sajalah

Sebelumnya sudah pernah aku tuliskan mengenai kegiatanku sekarang yang lebih banyak berada di rumah kan? Sejak jarang keluar, praktis aku lebih sering berhadapan dengan layar kaca. Walau jaman sekarang, layar kaca tidak selalu berarti televisi. Setidaknya, menurutku 😁 Tidak, aku tidak banyak menghabiskan waktu untuk menonton tivi karena malas menyaksikan drama. Tahu sendiri kan kalau siaran tivi sekarang banyak dramanya? Eh…tapi kalau drama yang ditayangkan menarik, bolehlah dipikir ulang. 😂 Jadi, hampir sebagian besar waktuku ada di depan laptop. Bukan untuk menyelesaikan tugas ataupun sejumlah target, tetapi menjelajah sebagai penyamaran untuk menunda. Walaupun, gak jelas juga sebenarnya apa yang aku jelajahi itu. Tapi… dari ketidakjelasan itu, ada hal yang masih bisa disyukuri. Salah satunya, bertemu ide untuk menuliskan beberapa pengalaman tentang pertemuan dalam blog ini. Well , mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi lebih sering dan mengenal macam-macam orang, sampai juga ak

Jomlo Perak

Pertama kali kenal istilah jomlo perak itu ketika aku masih SMA. Tepatnya, ketika akhirnya aku punya kesempatan membaca tulisan Raditya Dika dalam Manusia Setengah Salmon. Di bagian itu, diceritakan sebuah keresahan seorang mbak yang masih saja melajang di usianya yang menjelang 25 tahun. Usia yang bagi sebagian orang dianggap ideal untuk mulai menjalani kehidupan berumah tangga. Sayangnya, jangankan berumah tangga, berpacaran saja belum pernah. Eh… tapi si mbak kuat juga yak untuk menjomlo sekian lama.😃 Kalau jaman sekarang, boro-boro menjomlo dari lahir. Jomlo baru dalam hitungan bulan aja sudah mulai mencari incaran. Bahkan sepertinya aku mulai jarang menemukan orang-orang yang belum pernah pacaran sama sekali sejak hari pertama dia ada di dunia ini, kecuali bocah SD. 😂 Eh, tapi, anak-anak sekarang cenderung cepat sih perkembangannya. Anak TK aja udah tau yang namanya cowok cakep, cewek cantik, atau mengaku naksir seseorang. Beberapa tahun setelah membaca tulisan tersebut, ingatan

Tapi, Kapan?

Cincin siapakah ini? Menikah... Ada apa dengan tanggal ini? Apa hanya karena aku yang terlalu perasa atau bagaimana? Ah… rumit untuk menjelaskan suatu fenomena yang terjadi dalam satu hari yang sama. Kenapa hari ini banyak banget dengar kabar bahagia dari teman-teman bahkan salah seorang public figure yang yah… cukup mengejutkan untuk melepas status lajangnya? Apakah mereka janjian gitu sebelumnya? Atau memang tanggal ini tercatat sebagai hari yang baik untuk mengucap janji setia? Entahlah. Sebenarnya gak cuma tentang kabar pernikahan. Kabar dari mereka yang sedang dalam proses menuju nikah pun banyak akhir-akhir ini. I was happy to hear about their life updates, but deep down there's a thing that bothered me. Do I really fine to hear about that? Ini sih bukan karena perasaan iri melihat mereka segera menapaki jenjang baru kehidupan. Sama sekali tidak. Karena aku sadar, bukannya setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya? 😅 Gak menampik bahwa beberapa kabar dari mereka

Ketika Kita Bertemu dalam Pelarian...

Pernah nonton Jab We Met yang diperankan oleh Shahid Kapoor dan Kareena Kapoor? Bukan dokumen pribadi Itu lho… film yang mengisahkan tentang pertemuan dua orang asing dalam suatu kereta yang berlanjut menjadi beberapa perjalanan setelahnya. Sebagai salah satu film dengan  genre romance , film ini sempat membuat aku terpesona dengan ide yang diusungnya. Kemudian berhalu ria, seandainya pertemuanku dan mas jodoh seindah Shahid-Kareena di film ini.  Sepertinya jarang banget kasusnya ketemu orang asing dalam perjalanan hingga berakhir saling cocok satu sama lain. Peluangnya hampir mendekati nol. Lebih tepatnya untukku sih, yang melakukan perjalanan sendirian ke kota lain saja bisa dihitung jari. 😁 Eh, tapi… tulisan ini bukan bertujuan untuk me review  filmnya. Sama sekali bukan. Karena aku bukan pengamat yang pandai untuk menilai film. Gara-gara menonton film ini aku jadi kepikiran,  apakah melarikan diri bisa menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah? Sejauh pengamatanku sendi

T.A.R.A.W.I.H (juga uneg-unegnya)

Kurang lebih sudah hampir di penghujung Ramadan dilalui. Apa kabar puasanya? Masih aman? Bagaimana dengan target ibadah lainnya? Bagaimanapun juga, semoga Allah memberi kemudahan dalam menjalankan ibadah di sisa waktu ini 😊. Ngomong-ngomong soal target, sebenarnya aku tak punya target khusus untuk Ramadan sekarang selain untuk bisa lebih konsisten. Baik dalam menjalankan rutinitas ibadah seperti sebelum pandemi melanda ataupun membentuk kebiasaan baru (biar hidup gak gini-gini amat) 😅. Tapi jadi konsisten emang gak pernah mudah yak? Pantas saja masih banyak orang yang membahas hal ini. Konsisten untuk bisa hidup teratur saja susah, apalagi konsisten dalam ibadah. Ada aja kadang alasan untuk gak konsisten. Entah karena ada hal yang memang gak bisa ditunda, atau kendala yang suka dibuat-buat. Apalagi kemudian mencari pembenaran untuk berlindung dari keteledoran. Huftt, dasar aku 😑. Anyway , tulisan ini bukan bermaksud untuk membahas soal konsistensi, karena aku yakin, selain untuk a

Hello, World

Meet, Mega, the person behind this blog. She’s just a girl who openly share her stories here. Gambar hanya pemanis. Tentu saja bukan aku Bukan. Meskipun dilihat dari judulnya memang lebih sering digunakan sebagai postingan pembuka ataupun untuk perkenalan, tulisan ini sama sekali tidak mengarah ke sana. Apa iya perlu mengulang perkenalan lagi?😁😎 Apalagi kalau tulisan ini ditujukan sebagai postingan pembuka di blog ini, jelas sekali bukan. Lalu, ini tentang apa? Sejujurnya, dua kata tersebut berputar di kepalaku berulang kali. Bahkan akhir-akhir ini, hampir setiap memulai hari kata itulah yang langsung pertama kali terpikirkan. Aneh? Gak juga. Buktinya, banyak juga orang di luar sana yang juga mengalami ataupun melakukan hal serupa kan? ‘ Selamat Pagi, Dunia ’ begitu kiranya sapaan yang senada. Sebenarnya, tidak ada yang istimewa dari dua kata tersebut. Tetapi semua berubah semenjak Negara Api menyerang. Ah, bukan. Tepatnya setelah memiliki banyak waktu untuk merenung.

Bagaimana Rasanya Belajar di Pesantren?

Beberapa saat yang lalu, ketika kegabutan melanda dengan hebatnya, akhirnya aku menamatkan membaca sebuah buku. Setelah sekian lama 😑. Buku ini sebenarnya udah lama ada di rumah. Jadi pajangan di atas meja tanpa pernah dibaca. Mungkin karena takdirnya harus dibaca dan bukan lagi menjadi sebuah pajangan, terbacalah halaman demi halamannya baru-baru ini. Btw, ini cover terbitan pertama. Sumber: Goodreads   Adakah yang pernah membaca novel ini? Sepertinya banyak juga yang udah baca. Mengingat novel ini memang pertama kali terbit tahun 2009. Bercerita tentang kisah seorang anak bernama Alif Fikri dan kehidupannya selama mengenyam pendidikan di pesantren bernama Pondok Madani (PM). Termasuk, bertemu dengan sohibul menaranya dan membicarakan perihal impian yang ingin mereka gapai masing-masing. Ternyata sebelumnya, belajar di sana bukanlah tujuan Alif. Dia hanya menuruti perintah ibunda. Berbekal niatan setengah hati, siapa menduga banyak kisah yang menjadi hikmah tak hanya bagi penulis,