Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Catatan Akhir Tahun

Tahun yang berganti Hari yang berganti Umur yang akan berganti Tetapi... kenapa harapan gak ganti-ganti? Hufft... kayaknya masih ngarepin yang itu aja. Makin baik ke depannya 😁. Habisnya aku sendiri sebenernya gak punya planning apapun untuk saat ini. Karena masih amat sangat berubah-ubah tergantung mood . Misal nih, kalau udah merencanakan sesuatu, jangan heran kalau seringnya batal ditepati. Lagi-lagi, masalah mood Anyway , buat tahun ini aku gak berharap banyak. Cuma satu harapannya. Semoga bisa sesegera mungkin menemukan dia. Ups, gak ding. Semoga... semoga apa ya? *kasih waktu mikir dulu ya gaess... Ya.. semoga aku bisa tahu apa yang aku mau sesegera mungkin. Karena harapan ini dibuat bukan untuk satu tahun aja. Tapi tahun berikutnya juga. Biar hemat 😂. Aku harap sih gak mager-mageran lagi mulai sekarang. Soalnya waktu berjalan cepat. Bentar lagi aja udah resmi ganti tahun. Makanya, cepet-cepet jalanin rencananya dengan baik. Ingat, usaha dan doa serta ridhoNya

Di Persimpangan Hati 2

“Hai…,”     Namun sosok itu hanya bergeming. Tidak ingin menanggapi. Menatapnya dengan sorot dingin. “Kenapa kamu datang lagi? Bukankah kamu yang menyuruhku pergi?” Yang ditanya hanya tersenyum. Sembari mengambil tempat disampingnya. Lama tidak ada jawaban darinya.  “Bagaimana kabarmu kawan?” Ia hanya memandang bingung kepada penanya. Perasaan kesal dan marah berbaur menjadi satu. Apa pedulinya? Toh juga dia telah meninggalkannya. “Lupakanlah.. aku muak mendengarnya. Kenapa kamu datang lagi?” Yang ditanya tertawa kali ini. Meyakinkan kalau ia mulai membenci dirinya. Jujur saja… ia tak memiliki kuasa untuk menyakiti sosok diahadapannya kini. Ia hanya menjalankan apa yang disebut takdir. Takdirnya tidak menginginkannya bersatu dengan sosok ini. Seandainya saja, ia bisa mengubah takdir. Ia akan mengijinkannya untuk mengenalnya lebih dalam. Membiarkan ia jatuh cinta kepadanya. Tetapi sekali lagi ia tak punya kuasa. Ia juga tak berhak untuk dipuja lebih dari

Hujan Bulan Desember

Hai, hujan…  Lama tidak melihatmu membasahi bumi. Aku senang karena pada akhirnya kamu datang jua. Terima kasih, karena hari ini kau kembali menyapa bumi yang semakin gersang semenjak kepergianmu. Kamu pergi. Tersembunyi rapat di gugusan awan yang selalu menaungi langit kota. Tahukah kamu seberapa rindu aku melihatmu lagi? Aku merindumu Merindukan aroma petrichor setelah kau puas menyapa bumi. Menyapaku disini. Aku merindumu Merindukan berbagi cerita denganmu dibawah derasnya air yang turun Aku merindumu Dengan sebatang pena, selembar kertas, dan kepulan asap kopi di pinggir jendela kamarku Aku merindumu Merindumu menumpahkan cerita kerinduan terhadap bumi Lihatlah, tidak hanya aku yang merindumu. Bahkan ranting-ranting itu menyambut sapaanmu dengan riang. Alam raya pun menyambut kepulanganmu. Puji syukur tak lepas kupanjatkan. Karena kamu, salah satu nikmatNya yang aku nantikan. Berkat cintaNya lah kita kembali dipertemukan. Di sini. Di bumi ini. 

Kita Ini Pemimpi, Kita ini Pejuang

Apa yang bisa dilakukan pemimpi kecil untuk meraih impian?  Apa yang bisa dilakukan para penghayal untuk membuat hayalan mereka menjadi nyata? Jawabannya hanya satu, BERJUANG Karena hidup tak sama lagi seperti ketika dalam buaian. Karena hidup tak sama lagi seperti ketika di bangku sekolah, dimana hidup menaati aturan. Karena hidup tak sama lagi, memiliki kebebasan. Tetapi tidak boleh kebablasan. Wahai para generasi muda, sadarlah… karena mulai detik ini, hidup kita tergantung pada apa yang kita lakukan. Hidup ini kitalah yang membawanya. Bagaimana nasib suatu bangsa, kitalah yang menentukan. Maka, disusunlah mimpi-mimpi itu. Dirancanglah jalan yang akan ditempuh. Dimulailah perjuangan yang tiada akhir ini. Wahai para generasi muda, sadarlah… kita ini pemimpi. Pemimpi yang memimpikan ilmu hingga tingkat langit yang tak terhingga. Pemimpi yang ingin meraih gerbang kesuksesan yang masih terhalang dimensi waktu. Pemimpi yang ingin membahagiakan sumber kekuatan ter

Di Persimpangan Hati

“ Apa yang kamu inginkan? ” Ia berpikir sejenak, sebelum memastikan pilihannya. “Aku ingin kamu.” Yang bertanya hanya bisa mendesah kecewa mendengar jawaban yang ditanya. “Sebaiknya lupakan saja aku,” ujarnya pelan, tetapi penuh penegasan. “Kenapa? Kenapa aku harus melupakanmu?" “Karena kita tidak sejalan” “Tetapi aku bisa melakukannya, jika aku mengusahakannya” “Apakah kamu bisa menentang apa yang digariskan Tuhan padamu?” Ia kembali berpikir. Dia benar. Sekeras apapun ia mencoba, pada akhirnya Tuhanlah yang menentukan. “Tapi apa salahnya aku mencoba? Biarkan aku mengusahakannya. Beri aku satu kali lagi kesempatan.” Yang bertanya hanya menggeleng. Tidak, ini tidak baik untuknya dan untuk dia. “Percuma saja jika kamu mencoba. Itu hanya akan mengorbankan waktumu.” “Tapi aku tidak merasa membuang waktuku.” “Tetapi orangtuamulah yang nantinya akan kecewa. Mereka sudah lama menunggumu.” Ia mendesah kecewa. Kenapa dia tidak mengerti? Selama ini,

Teruntuk Kamu yang Tak Lagi Kusentuh

Lama sekali rasanya aku tidak bertemu denganmu. Bagaimana keadaanmu kini? Ah… aku lupa. Kamu tetaplah kamu. Tak berubah sekalipun. Hanya saja aku yang berbeda dan mulai meninggalkanmu. Mungkin aku jahat. Memang, aku jahat padamu. Aku tidak lagi menyediakan waktu untukmu. Aku hanya memikirkan diriku sendiri. Teruntuk kamu yang masih berada disana, Kalau saja temanku tidak menceritakanmu padaku, mungkin aku juga tidak akan mengingatmu. Apalagi sampai menulis seperti ini. Kamu adalah bagian dari masa laluku. Bukankah tidak baik terlalu sering menatap masa lalu untuk bisa melangkah maju? Tetapi kemudian aku tersadar. Bukan berarti kamu akan selamanya berada di sana, di masa laluku. Bisa saja kamu menjadi bagian dari masa depanku yang masih misteri. Ah iya, tidak seharusnya aku benar-benar melupakanmu bukan? Maafkan aku, yang kini kembali mengingatmu. Aku benar-benar lupa jika hukum alam berlaku. Tentu saja, aku tidak ingin kamu menyakitiku seperti yang kulakukan padamu. Mungkin t

We Could Be In Love

Apakah hanya aku yang merasakan, tuan?   Akhir-akhir ini pikiranku seolah bergerak semaunya sendiri. Semakin meluas dan lebih jauh bila itu tentangmu.  Aku bertanya pada diriku sendiri tentang petanda di balik semua ini. Sapaanmu yang ramah. Senyum yang begitu manis. Serta mata yang berbinar, seolah memiliki segudang cerita yang mengajakku menyelami kedalamannya.  Apakah kamu tahu? Entah sejak kapan rasanya berbeda. Ketika tidurku menjadi lebih nyenyak dari sebelumnya. Ketika hariku menjadi lebih indah, menikmati setiap detik yang terlewat tiap kali kau dan aku bersama. Serta menanti pergantiannya kala kita berjauhan .  Seperti bintang yang begitu bersinar terang ketika kau berada di sampingku.   Denganmu, langkah-langkah menjadi ringan.  Denganmu, hari menjadi penuh warna yang memiliki aneka ragamnya.  Denganmu, mimpi yang mustahil terasa mudah untuk terengkuh.  Denganmu, seakan aku melupakan hiruk pikuk dunia yang carut marut. Apakah ini hanya khayalan belaka, t

Surat Kepada Kawan

Apa kabar kawan? Bagaimana harimu saat ini? Menyenangkan atau sebaliknya? Apakah kau lelah menjalaninya? Aku rasa tidak seberapa dibandingkan dengan tergapainya mimpimu. Karena pada akhirnya kau berhasil meraihnya bukan? Kawan… Kalau saja kau memiliki banyak waktu, sempatkanlah untuk membaca suratku ini. Maaf, kalau hadirnya tulisan ini dihadapanmu malah mengganggu kegiatanmu. Maaf, jika tulisan ini menyita pikiranmu. Maafkan aku yang mengganggumu kawan. Kawan… Ingatkah saat dulu ketika kita masih menggenggam mimpi yang sama? Banyak sekali rencana yang telah kita rancang dan ingin kita lakukan bukan?   Tetapi kemudian, jalan hidup mengubah segalanya. Impian yang kita rancang bersama harus gagal sebelum dilakukan. Kamu dengan jalanmu, begitu pula denganku disini. Aku bahagia. Karena pada akhirnya, kamu berhasil mengejarnya. Tetapi ada sebersit kekecewaan pada diriku. Karena kita gagal untuk mewujudkannya bersama. Mimpi itu, saat ini, kamu sendiri yang akan memperjuangkanny

Dialog Malam

Malam… Aku ingat sekali. Dulu, saat aku masih mengharapkannya, aku selalu bercerita denganmu. Bercerita tentangnya. Membiarkan angin ikut menyimak rahasia antara kita dan berharap ia akan menyampaikan pesanku padanya. Aku tidak pernah tau, apakah angin telah menceritakan semua padanya atau bahkan tidak pernah menyampaikannya. Yang jelas, aku berharap sekali suatu saat dia akan tahu apa yang aku rasakan. Setiap pagi aku terbangun, aku selalu berharap bahwa akan ada keajaiban yang terjadi antara kami nanti. Hanya dengan menatap matanya, aku bahagia Hanya dengan memperhatikannya membaca buku, aku bahagia Hanya dengan menyapanya, aku bahagia Hanya dengan ia tersenyum kepadaku, aku bahagia Ya… bahagia hanya karena hal kecil yang dilakukannya. Tetapi aku tidak pernah tahu arti dari perasaan itu. Entah karena aku yang tidak mau mengakui kalau aku jatuh padanya, atau mungkin karena aku yang begitu naïf. Tetapi sayangnya keajaiban yang aku tunggu tidak pernah ada. Hingga

Surat Untuk....

Kepada hati yang hampir rebah, Aku tidak tahu apa yang membuatmu gelisah. Hingga begitu menikmati sendunya resah. Membuat raga merasa gerah karena jiwa yang tak kenal lelah. Seandainya saja engkau mau berbagi kisah. Tak perlu berkata ‘ Ah ’. Aku akan menemanimu hingga tiada susah. Hingga hilang semua keluh kesah. Hingga senja beranjak temaram. Berganti hiasan malam. Kita masih saling terdiam. Tanpa tahu apa yang tengah dipendam. Tetapi hati serasa remuk redam. Dan kemudian pikiran saling tenggelam. Dalam lautan hitam yang begitu kelam. Masih tanpa bicara. Tanpa berujar banyak kata. Tanpa terungkap segala makna. Yang melayang entah kemana. Entah kemana segala asa, yang berkobar dalam dada. Seketika tiada, tanpa meninggalkan secuilpun sisa. Membuat arah menjadi tiada. Membuat enggan keluarnya cerita. Baiklah, bagaimana jika aku yang terlebih dahulu memulai? Karena saat ini aku lelah mengandai. Cerita ini tentang mimpi yang belum tergapai. Tetapi bukan berarti tidak tercapai

Kepada Malam Aku Bercerita

Kepada malam aku bercerita Tentang kisah seorang pengembara Mencari jati diri dibalik bingar dunia Mencari arti dari setiap angannya Kemana harus melangkah kemudian Menyusuri arus sungai kehidupan Hingga tibalah di titik persimpangan Ketika bisikan dan pendirian tak sepadan Perjalanan ini belum usai Karena makna belum terurai Karena tujuan belum tergapai Walau jejak tercerai berai Pengembara terus melangkah Tak dihiraukan penat dan lelah Walau angin menghasut, mendesah Tapi asa takkan goyah Kepada malam ia bertanya Adakah pertanda dibalik tanyanya Adakah didengar pengharapannya Adakah balasan dari penantiannya Seketika berbalas tanyanya Mengapa engkau meragukan-Nya Dialah yang tak pernah tidur Walau hari tlah berganti tutur Hilanglah keraguannya kini Bara pun bergejolak kembali Setelahnya ia berserah diri Menunggu putusan takdirnya nanti Kepada malam aku bercerita Mengulas kembali lembaran lama Tentang kisah sang pengembara Mencari arti kehidupannya

Kamu Berbeda

Lama gak ketemu, kamu apa kabar ?  Maaf kalau aku baru menyapamu. Aku tahu, selama ini aku terjebak dalam duniaku sendiri. Tetapi aku selalu memerhatikanmu dari jauh. Ya, hanya memerhatikanmu. Melihatmu berada di seberang kelasku. Sibuk dengan teman-teman barumu. Bertukar cerita, bercanda bersama, kemudian berlalu bersama mereka. Awalnya kupikir, mungkin kamu hanya mencari teman-teman baru untuk mengusir kesepianmu. Aku memaklumi itu. Karena aku terlalu disibukkan dengan duniaku. Maafkan aku yang membiarkanmu kesepian. Bukan maksudku demikian. Tapi aku akan selalu ada saat kamu butuh teman untuk menceritakan hari-harimu. Aku masih memerhatikanmu, walau lebih sering dengan kawan yang baru karena sekelas. Terkadang aku juga ingin bertemu dan melakukan beberapa hal yang sama seperti dulu. Walau mungkin saat ini, itu jarang terjadi karena kesibukkan kita masing-masing. Perlahan… aku mulai merasakan sesuatu yang aneh. Perubahan yang menciptakan sekat besar di antara kita. Kedatanganm