Langsung ke konten utama

Postingan

Turnamen Bulutangkis dan Drama Indomie

Olahraga . Kalau punya pilihan, sebenarnya aku memilih untuk menghindari topik ini, baik secara tulisan maupun tindakan. Iya tahu, itu bukanlah suatu hal yang patut untuk ditiru. Apalagi membudayakan kemalasan untuk mengajak badan banyak bergerak. Setelah lepas dari pelajaran Penjas (Pendidikan jasmani, red), kegiatan olah badan yang sering aku lakukan paling stretching di atas kasur alias mulet , angkat ember cucian yang isinya gak seberapa (kadang berat, kadang berat banget, kadang juga gak berat sama sekali), naik turun tangga setiap hari lebih dari enam kali, dan kalau lebih niat, menyapu semua ruangan di rumah yang sudah menumpuk debu dan kotoran pada beberapa sudut. Sudah cukup untuk membakar lemak? Gak juga. Nyatanya jarum timbangan masih setia untuk bergerak ke arah kanan (mulia sekali jarum timbangan ini). Selain itu juga timbunan lemak masih setia untuk memberikan tampilan terbaiknya. Tak mau bila harus terkekang apalagi untuk bersembunyi. Entah apa yang merasukiku hingga ...

Sebuah Alasan yang Sedikit Terlambat 😅

Pasca beku otak akibat males untuk berpikir, ternyata dampaknya parah juga ya? Satu jam duduk tanpa melakukan apapun rasanya juga gak cukup menetaskan beberapa kata untuk membuat paling tidak satu paragraf aja. Jangankan satu paragraf. Coba deh, keluarin satu kata aja untuk memulai. Mikirnya perlu bermenit-menit. Aduh….    Photo by Andrew Neel on Unsplash Btw alias by the way , setelah aku pikir-pikir, sepertinya aku belum pernah bercerita kenapa aku bisa ada di sini. Eh, bukan-bukan. Bukan di dunia nyata maksudnya. Kalau itu sih biarkan menjadi rahasia Sang Pencipta. Yang pasti, ada suatu alasan bukan kenapa sesuatu itu ada atau terjadi? Sama halnya dengan eksistensiku berada pada dunia per’ blogging ’an ini. Jujur aja, aku malu untuk menuliskannya. Sebab umurku dalam blog ini bukan lagi setahun atau dua tahun. Tetapi... sudah cukup sepuh alias sudah tergolong lama. Hehehe… Tenang, yang nulis belum seberapa tua kok. Terciptanya blog ini pun juga bukan karena alasan umum sepe...

Hallo, Desember

Akhirnya .   Kata itu yang ada dipikiranku pertama kali untuk memulai tulisan di sini. Ini berarti, genap sudah ceritaku untuk setiap bulannya dalam setahun. Sejujurnya, aku tidak pernah berpikir untuk mendokumentasikan seluruh kejadian ini dalam cerita bulanan. Sebab setiap waktu yang berlalu, mungkin masih menyimpan arti yang luput dari perhatianku. Tidak apa. Tidak semua hal harus dimengerti saat itu juga, kan? Tetapi terkadang, mengendalikan pikiran untuk berhenti bertanya ‘ bagaimana jika.. ’ itu sulit sekali. Sesekali (mungkin juga seringkali) aku masih kalah untuk memegang kendali. Ya, aku memang tak pernah berniat untuk bercerita tentang apa saja yang kulalui. Tetapi, hati bisa saja berubah. Nyatanya, aku pun luluh untuk menuliskannya walaupun aku yakin sepenuhnya bahwa catatan ini masih jauh dari sempurna. Sebab bukan perkara mudah untuk menuangkan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan ke dalam bentuk sebuah tulisan. Belum lagi kalau didera penyakit lupa. Ketika apa...

Hallo, November

Hitungan kali ini membuatku sadar hanya tinggal 31 hari lagi untuk meninggalkan tahun ini. Tahun yang katanya memberi banyak pelajaran, terutama untukku sendiri. Di luar sana, musim pun juga lebih terang-terangan berganti. Hujan turun lebih sering belakangan ini. Ah... Tidak. Ini bukan catatan soal hujan. Bukan pula gambaran perasaanku yang menjadi melankolis ketika hujan turun. Aku tidak berniat meromantisasi hujan dengan sebait puisi untuk saat ini. Biar saja ia tidak tertulis. Biar saja ia tercatat rapi dalam benakku. Biar saja rasaku berujar sendiri dalam hampanya tentang hujan yang kini terjadi. Ah, kenapa aku jadi menjabarkannya sekarang? Baiklah, catatan ini adalah catatan kesebelas dalam tahun ini mengenai suatu bulan.  Ada apa dengan November? Sebenarnya, tidak ada suatu hal yang istimewa di bulan ini dalam pandanganku selain pergantian musim yang aku nikmati. Selebihnya… tidak ada. Novemberku masih sama seperti bulan-bulan lainnya. Tentang aku yang masih berjuang. Aku ya...

Hallo, Oktober

Bagaimana? Apa ada catatan khusus? Sebentar, biar aku gali kembali memori kedelapan ini. Ah, sepertinya ada yang salah. Meskipun kata ‘ octo ’ dalam beberapa bahasa berumpun roman berarti delapan, sejatinya ini sudah hitungan kesepuluh. Kurang dua bulan lagi, maka hitungan kembali tergenapi.  Terakhir kali bermain, ada satu hal yang baru kuingat tentang bulan ini. Di belahan bumi bagian sana, dimana aku tidak menetap di dalamnya, bukankah penghujung bulan ini cukup menjanjikan nuansa horor seperti halnya malam satu suro dalam kebudayaan Jawa? Eh… entahlah.  Karena sejatinya, aku tidak pernah melaluinya. Sekali lagi, aku hanyalah seorang pengamat. Mendekorasi saja (dalam permainan) bagiku sudah cukup untuk menyimpulkan seberapa horor malam itu nanti. Lalu, apa kabarnya jika ini bersamaan dengan malam satu suro? Malam yang sebenarnya horor, tetapi bisa menjadi sesuatu yang seru juga. Sepertinya. Yang aku ingat, bulan ini erat kaitannya dengan bahasa. Bulan Bahasa, terjadi di bul...

Hallo, September

September ceria, September ceria…   September ceria, September ceria   Milik kita, bersama..aaa….*   Kalau dipikir-pikir lagi, 2020 tinggal hitungan dibawah lima jari. Iya kan? Sudahlah, bukan perkara berapa bulan lagi untuk beranjak meninggalkan 2020. Apa kabar dengan beberapa rencana yang sudah tersusun sepanjang tahun ini? Sudahkah banyak yang tercentang? Tidak hanya kamu, aku pun demikian. Bahkan kurasa, semua pun juga sama-sama mengalaminya. Beberapa rencana harus kembali tertunda untuk dilaksanakan di tahun berikutnya. Sebenarnya, untuk menuliskan hal tersebut aku sangsi. Bukan karena pemikiran soal kemampuan untuk memenuhinya di tahun selanjutnya (meskipun ini mungkin saja sesekali hadir). Lebih karena dibalik hambatan yang merintang, engganku pun menyaru. Apakah ini restu dari semesta? Atau hanya akalku saja yang mengada-ada mencari pembenaran?   Baiklah, Selamat datang pada hitungan kesembilan. Angka yang sempurna. Selamat menulis kisah pada setiap har...

Hallo, Agustus

Selamat menginjak bulan kedelapan. Selamat datang pada waktunya menuliskan catatan di bulan ini. Oke, ini berlebihan, karena sejatinya aku hanya datang untuk menyapa saja. Tetapi, kembali kuucapkan, Selamat datang bulan kedelapan . Bulan yang sarat dengan aroma kemerdekaan yang menguar di udara pada langit beberapa negara, salah satunya Negeriku. Eh… iyakah? Ah, semoga saja aku tidak salah mengira. Mungkin para pembaca yang budiman, dimanapun kalian berada, bisa membantuku mengingat negeri mana saja yang turut merayakan kemerdekaannya di bulan ini. Hmmm, Bicara soal merdeka, bayanganku masih tentang bebas. Padahal, belum kering setahun catatanku tentang kebebasan. Bukankah baru kemarin ditulis? Eh… menunggu setahun kering itu terlalu lama. Tetapi memang belum mengering dalam ingatanku tentang catatan kemarin. Walaupun satu bulan sudah lewat. Ini kenapa ngomongin tulisan kering udah kayak ngomongin jemuran tetangga sebelah sih.  Ngomongin soal Agustus… Dari jaman masih kecil dulu, t...

Hallo, Juli

Tadinya, aku tak tahu harus berbagi tentang apa di bulan ini. Tak ada tanggal merah di kalender. Tak juga ku tuliskan suatu reminder tentang perayaan apapun pada lingkupku. Juli, adalah hari yang normal. Juli, tak jauh berbeda  dengan empat hari kerja dalam seminggu. Sedang pertanyaan itu terus berputar dalam benakku.  Apa yang istimewa dari bulan Juli untuk seorang 'aku'?   Lalu kulihat suatu peramban yang memperingati hari nasional di negaraku. Bahkan, untuk seorang anak kecilpun mendapat suatu hari istimewa. Hari yang menjadi peringatan, untuk menghargai hak yang didapatkan seorang anak.  Mengingat kata anak-anak, maka kata lain yang terpikir, pada usiaku saat ini adalah kebebasan. Ah... Mungkin karena aku merindukan masa kecilku. Mungkin juga karena aku adalah seorang anak yang memiliki kebebasan pada masanya dulu. Untuk bermain tanpa mengenal waktu, mengatakan apa saja yang terlintas pada benakku seketika, juga bersikap tanpa pernah memahami perasaan orang lain...

Hallo, Juni

Sejujurnya, aku tak yakin dapat bercerita dengan baik tentang bulan ini.  Awal Juni lalu, pada satu titik, aku seolah memahami tentang apa yang mengilhami beberapa artist menjadikan Juni seolah nyawa bagi karyanya. Sapardi dengan Hujan Bulan Juni-nya, dan Roxette juga dengan June Afternoon . Seingatku, hanya dua contoh itu saja yang aku tahu. Ada yang mau memberiku contoh lainnya? Yeah... Juni seakan memberi ide segar untuk berkarya ataupun sekadar menuang rasa. Demikian halnya denganku. Seperti mereka, setidaknya ada dua inspirasi baru yang akan aku jalankan. Pertama, puisi berantai. Ah puisi... seperti Bapak Sapardi. Akankah bait-bait puisi itu menyusul ketenaran Hujan Bulan Juni? Hehehe... tidak apa kan? Bukankah bermimpi itu gratis? Oke... Inspirasi kedua, untuk menjadi seorang blogger di instagaram. Yah... Aku tahu. Menulis disini saja aku jarang sekali, apalagi di platform lain? Terlebih, platform itu juga pernah mengguncang kestabilan emosimu. ...

Hallo, Mei

Hi, May…  Menyapamu dengan sebaris kata diatas seolah menyapa diriku sendiri. Ah, bagaimana aku bisa lupa? Bukankah sudah sejak lama kita menyatu dan selaras dengan kehidupan?  Hitunganmu mungkin saja ganjil pada kalender masehi, tetapi kamu menggenapkanku. Seterusnya, sejak pertama kali disinipun, kamu berbeda untukku.  Hei, sebenarnya aku ingin berhenti untuk meromantisasi hal kecil ini dengan kata-kata yang lebih tepat menjadi dendang untukku. Hanya saja, andai rasa syukur bisa diungkapkan dengan rasa yang tak melulu menyentuh kalbu. Bisakah sekali saja, kita bercanda dalam mengungkapkan rasa, tetapi tidak demikian dengan makna?  Selamat datang, bulanku.  Kamu mungkin sudah tahu bahwa hadirmu selalu menggoreskan kesan di kalbuku. Tetapi tahun ini, kesan itu berbeda, menjadi dua kali lebih istimewa dari sebelumnya. Tahukah kamu? Semesta seolah  menyambut dua kali untuk kehadiranku. Pertama, pada hari manusia diibaratkan s...