Langsung ke konten utama

Turnamen Bulutangkis dan Drama Indomie


Olahraga
.


Kalau punya pilihan, sebenarnya aku memilih untuk menghindari topik ini, baik secara tulisan maupun tindakan. Iya tahu, itu bukanlah suatu hal yang patut untuk ditiru. Apalagi membudayakan kemalasan untuk mengajak badan banyak bergerak. Setelah lepas dari pelajaran Penjas (Pendidikan jasmani, red), kegiatan olah badan yang sering aku lakukan paling stretching di atas kasur alias mulet, angkat ember cucian yang isinya gak seberapa (kadang berat, kadang berat banget, kadang juga gak berat sama sekali), naik turun tangga setiap hari lebih dari enam kali, dan kalau lebih niat, menyapu semua ruangan di rumah yang sudah menumpuk debu dan kotoran pada beberapa sudut.

Sudah cukup untuk membakar lemak? Gak juga. Nyatanya jarum timbangan masih setia untuk bergerak ke arah kanan (mulia sekali jarum timbangan ini). Selain itu juga timbunan lemak masih setia untuk memberikan tampilan terbaiknya. Tak mau bila harus terkekang apalagi untuk bersembunyi.

Entah apa yang merasukiku hingga muncul gagasan untuk membahas hal yang selalu aku hindari. Ternyata benar juga apa kata orang-orang, semakin kita menghindari suatu hal, semakin sering juga kita diharuskan untuk berhadapan dengannya. Eh… gitu kan yak?


Kalau harus menyebutkan salah satu dari semua cabang olahraga yang aku suka, maka aku akan menyebutkan badminton atau bulutangkis. Bukan karena ini yang paling aku suka sih. Tapi karena aku yang baru-baru ini merasakan the spirit of badminton lovers (BL). Walaupun kalau boleh dikoreksi dikit, aku belum bisa dikatakan sebagai BL.

Setelah sekian lama, aku menunggu aku gak pernah ngikutin info atau update seputar bulutangkis, tiga minggu mantengin layar TV dan scrolling sosmed plus browsing beberapa istilah dan pemain di google cuma untuk menjawab rasa penasaranku adalah hal di luar nalar selanjutnya yang menjadi rekor di awal tahun ini. Gimana gak? Tiga minggu lho, dibayar untuk mencari info kagak, buang-buang waktu iya. Cukup unproductive sekali.


Terakhir kali ngikutin perkembangan bulutangkis mungkin sekitar tahun 2004-an. Itu pun karena ada event kelas dunia dalam cabang ini, sebut saja Thomas dan Uber Cup. Hampir setiap rumah di tempat tinggalku dulu heboh (bahkan sorakkannya kencang banget) kalau pemain Indonesia berhasil nambah poin atau memenangkan game. Persis euforia kalau lagi nonton piala dunia (meskipun gak ada perwakilan Indonesia di ajang ini).

Tapi emang sih, Indonesia termasuk salah satu negara yang punya prestasi mentereng dan diperhitungkan di cabang ini. Gak percaya? Percaya aja udah. Atau kalau masih ngeyel, waktu dan tempat untuk browsing dipersilahkan.


Karena udah lama gak pernah ngikutin, I feel like completely have no clue to this world. Benar-benar perkembangan yang cepat. Banyak pemain yang aku masih merasa asing dan gak tau bagaimana permainan mereka di lapangan. Siapa aja pemain yang bisa dijadikan jagoan atau yang jadi ‘kebanggaan’nya sekarang. Surprisingly, Negara-negara yang sempat aku underestimate, ternyata cukup tangguh juga untuk dijadikan lawan main.


Thuk-thuk Open (a.k.a Thailand Open) kemarin sekaligus menjadi ajang comeback buat para pemain setelah berhibernasi selama pandemi. Sekalinya balik, tiga turnamen mesti dihadapi dalam waktu yang beruntun. Apa gak capek, ya? Ini mah ujian fisik banget 😥. Sayangnya, saingan terberat terutama China dan Jepang (menurut para BL) gak ikut meramaikan turnamen ini.

Bagaimana dengan pemain Indonesia?

Kalau boleh jujur, aku terpesona cukup terkejut. Turnamen ini mengajarkan aku sebagai penonton untuk gak boleh memandang remeh siapapun yang menjadi lawan bertanding. Sebab, selalu ada celah keajaiban yang bisa membalikkan keadaan. Dari yang tadinya optimis banget pemain Indonesia pasti bisa tembus minimal sampai di semifinal di setiap turnamennya, jadi belajar untuk gak menaruh harapan terlalu tinggi. Apalagi kalau udah sadar sama kemampuan sendiri.

Sorry to say, performa pemain kalau menurutku masih belum menunjukkan permainan yang memuaskan. But… I really appreciate their efforts. Mungkin emang belum rejekinya. Mungkin juga para pemain kurang kesempatan buat latihan dan kaget dengan permainan lawan. Setidaknya, itu sih yang aku lihat selama permainan berlangsung. Terlalu banyak hal unexpected terjadi.


Secara umum, dari tiga turnamen yang aku tonton, permainan kelas wahid menurutku ditampilkan di World Tour Final (WTF) yang menjadi penutup bagi season 2020. Dari namanya aja udah ketahuan, otomatis pemainnya mostly yang menempati peringkat 10 besar dunia. Hal-hal unpredictable kembali terulang lagi disini.

Dari sektor tunggal putri, Carolina Marin, wakil dari Spanyol yang menjadi ratu dari dua turnamen sebelumnya (Yonex dan Toyota Thailand Open), harus rela menyerahkan gelar kemenangan alias gagal hattrick setelah melawan Tai Tzu Ying dari Chinese Taipei (a.k.a Taiwan). Fyi, mereka betah banget untuk bersaing di final selama tiga turnamen berturut-turut.

Lanjut, di sektor tunggal putra, didominasi oleh putra Denmark selama dua turnamen terakhir (Toyota Thailand Open dan WTF). Kasusnya hampir sama kayak sektor tunggal putri, Viktor Axelsen juga gagal hattrick di turnamen terakhir. Yang unik adalah, meilhat permainannya di tiga turnamen berturut-turut, para BL (eh… mungkin aku doang, ding) pesimis ada pemain lain yang bakal mengalahkan dia. Tapi ternyata, dia pun harus mengakui keunggulan juniornya, Anders Antonsen di permainan ini.

Untuk sektor ganda putri, didominasi sama pemain Korea dalam dua turnamen terakhir. Sayangnya aku hanya ingat nama marga pemainnya (Kim-Kong & Lee-Shin), sebab hampir gak ada bedanya buat aku. Hehehe. Tapi permainan mereka juga sengit. Berulang kali terjadi game point/match point (seriously, aku lupa). Last... yang berhasil hattrick di Thailand ini adalah sektor ganda putra dari Chinese Taipei (Lee Yang-Wang Chi Lin) dan ganda campuran dari Thailand (Dechapol Puavaranukroh-Sapsiree Taerattanachai).


***

Ada kejadian yang aku highlight dalam tiga minggu itu selain soal perasaanku yang amazed karena ‘tumben nimbrung’ dalam mengikuti rumpi heboh para BL dengan membaca kolom komentar pada setiap postingan akun-akun badminton.

Sebenarnya, aku udah teramat sangat sadar betapa fenomenalnya produk mie instan yang satu itu. Banyak orang yang memang punya cerita tentangnya. Gak cuma berkesan buat orang dalam negeri, tapi juga orang-orang luar. Lihat aja beberapa video di youtube yang mengulas tentang ini. Bahkan disalah satu mata kuliahku dulu, produk ini sempat menjadi bahasan di kelas terutama dalam strategi penjualannya. Ditambah lagi, banyak juga kan warung makan yang menyajikan mie ini sebagai menu utamanya?

Hemm… jadi laper. Kuy… nongki kita makan mie.

Oke, jadi, di salah satu postingan akun badminton sempat membahas peluang salah satu pemain Indonesia menembus WTF. Yang jadi tumben adalah, salah satu pemain (non Indonesia) yang dijadikan premis dalam perhitungan peluang itu memberikan komentarnya di postingan tersebut.

Apa yang dia tulis?

Jaminan supply Indomie selama setahun kalau dia memenangkan game itu.


Seperti yang sudah diduga, karena produk ini relatable dengan para netizen Indonesia bahkan semua kalangan, jadi banyak yang memberi respon untuk postingan itu. Gak heran kalau post ini kemudian menjadi viral. Bahkan sepertinya, si pemain yang menulis komentar tersebut mungkin gak menyangka kalau reaksi netizen Indonesia bakal mengganas dalam memberikan dukungan ke dia.


Ketika tiba saatnya pertandingan, di situlah harap-harap cemas mulai aku rasakan. Secara, lawan tandingannya adalah orang yang mengalahkan perwakilan Indonesia. Btw, ribet juga ternyata mengetik dengan kata ‘perwakilan Indonesia’. Mari kita beri inisial para pemain ini. Biar gak kepanjangan dan tambah bingung plus menyingkat waktu baca.

Dalam postingan itu menyebutkan bahwa, AG (pemain Indonesia) akan lolos kualifikasi WTF, apabila HKV (pemain Denmark, sekaligus yang minta dikirimin mie setahun) berhasil mengalahkan LCY (lawan AG sebelumnya). Untuk lebih jelasnya, silahkan baca postingan berikut ini deh, BadmintonTalk: If and Only If


Permainan berlangsung sengit karena keduanya saling mengejar angka. Bisa dibilang, LCY merupakan lawan yang cukup tangguh dan gak bisa diremehin. Sedangkan HKV juga selama pertandingan punya defense yang total. Tiga babak perlu dilakukan untuk menuntaskan permainan ini sekaligus menjadi penentu dua keputusan. Pertama, HKV mendapatkan stok mie selama setahun. Kedua, AG lolos kualifikasi. Sempat terjadi drama di angka 19-19 pada babak terakhir, but in the end, HKV won this game. A win win solution 😊. BL Indonesia sujud syukur kayaknya karena perwakilannya berhasil lolos dan permintaan HKV, walaupun niat awalnya bercanda, beneran dikabulkan.

And maybe, that’s because of 'the power of Indomie'.

Dan setelahnya, ada banyak meme atau komentar yang cukup menggelikan bagi aku atas kejadian ini. Jangan tanyalah bagaimana nasib akun HKV pasca pertandingan dan tagar #thepowerofindomie yang jadi viral. Ini beberapa diantaranya...

Eits... tunggu dulu. Tidak semudah itu, Ferguso. Sumber: Mainraket (instagram)

 

Kayaknya setelah pensiun, Pak Hans bakal buka cabang di Denmark. Sumber: Badmintroll (instagram)


Gak papa ya, Om. Nyicil dulu mie nya. Sisanya masih otw. Sumber: BWF Official (instagram)



Anyyway… sampai postingan ini dipost, aku masih suka ngikutin postingan HKV terutama kalau sudah membahas Indomie. What an amusement 🤣



PS: tulisan ini gak bertujuan untuk mempromosikan suatu produk. Tapi, gak papa lah. Kali aja bisa jadi jalan untuk ikutan mereview suatu produk lainnya. Jadi, adakah yang mau bekerja sama untuk dipromosikan melalui cerita?


Komentar