Langsung ke konten utama

Teman Lelaki


Tadinya kupikir tak ada yang istimewa dari frasa 'teman lelaki'.

Jadi, tanpa mencerna maksudnya lebih jauh, aku baca saja tulisan di laman tersebut sampai tuntas. Tapi… kenapa semakin lama rasanya sangat personal, yak? Seperti ditulis dari hati terdalam si penulis untuk seseorang yang amat istimewa. Meskipun beberapa kali kata 'teman' disebutkan, sepertinya ini bukan artian teman yang sebenarnya.

Barulah aku sadari kemudian maksud sebenarnya dari frasa tersebut. Apalagi kalau bukan kekasih, atau yang lebih umum dikatakan pacar? Iya, P.A.C.A.R. Pa-car. Aku lupa kalau ada sedikit kesenjangan bahasa mengingat tulisan tersebut hampir tak jauh beda dengan bahasa Indonesia.

Sepertinya salah tangkap maksud frasa ini tak hanya terjadi sekali. Kalau diingat-ingat lagi, aku pernah terjebak dalam memahami maksud 'teman lelaki' sebelumnya. Kejadiannya persis saat jam istirahat, salah seorang teman lelaki di kelas iseng bertanya padaku dalam bahasa Inggris, "Do you have a boyfriend?"

Katanya adegan drama, tapi gambar ini dikutip dari sini

Mendapat serangan pertanyaan itu membuatku mengernyitkan kening. Bukan karena heran mengapa dia tiba-tiba bertanya begitu. Tetapi lebih ke arah kenapa dia menanyakan hal yang jelas-jelas diketahui. Memangnya semua lelaki di kelas —termasuk dia— siapa lagi kalau bukan temanku?

Jadi, aku hanya mengangguk. Tanpa berpikir lebih jauh lagi maksud tersembunyi di balik pertanyaannya. Pertanyaan itu mungkin tak lebih dari 5 menit. Tetapi barulah aku tahu artinya beberapa hari kemudian setelah seseorang menjelaskannya padaku. Sungguh sangat lugu. Mau meralat jawaban juga percuma, kan?

Dalam bahasa Inggris, 'boyfriend' berarti pacar dan kata ini lebih ditujukan untuk bertanya pada perempuan. Sedangkan sebelum tahu arti sebenarnya, aku hanya menerjemahkan kata ini secara harfiah, teman lelaki.

Bagi dikitlah es krimnya

Teman lelaki.

Entah bagaimana pendapat orang lain mendengar frasa tersebut. Sekilas terlihat biasa, tetapi kalau ditelaah lagi ternyata frasa ini cukup mengecoh. Yah… setidaknya bagiku yang sudah terjebak memahaminya beberapa kali.

Kenapa harus menggunakan kata 'teman'?
Tetapi kemudian aku juga berpikir, kalau memang teman, kenapa perlu penegasan 'lelaki' di dalamnya?

Berawal dari dua pertanyaan inilah, aku mengulik sejauh mana sesuatu di balik frasa itu bersamaan dengan maknanya. Sebab sependek pengetahuanku, kata 'teman' berarti orang-orang yang dikenal dan memiliki interaksi yang baik dengan kita dan maknanya jadi bisa ditafsirkan secara umum.

Sebentar, sepertinya teman lelaki masuk kategori juga. Apa mungkin sebenarnya pacaran itu hanya hubungan pertemanan antara lawan jenis? Kalau begitu, semua relasi seperti ini bisa disebut pacaran, dong? Hmm… sepertinya tidak bisa diartikan demikian. Terlalu istimewa untuk digeneralisir.

Tapi kalau frasa ini punya makna spesial, mengapa disamarkan di balik kata 'teman'?

Usut punya usut dari hasil pencarian yang aku baca sepintas, penggunaan istilah dalam suatu bahasa juga terpengaruh dari kondisi sosial budaya masyarakat di sekitarnya. Menggunakan istilah 'pacar' untuk menggambarkan relasi khusus yang dimiliki terkadang masih dianggap sesuatu yang tidak etis bagi kebudayaan timur. Sehingga, untuk menghindari stigma dan menjaga kesopanan dalam batasan yang lebih netral, istilah 'teman lelaki' dipandang aman untuk digunakan.

Dalam kebudayaan barat sendiri, istilah 'boyfriend' sudah lama dikenal. Namun mengalami pergeseran makna sekitar abad ke-20. Istilah ini berubah seiring dengan merebaknya budaya pacaran yang sering dimulai dengan hubungan pertemanan, lalu berkembang menjadi hubungan yang lebih romantis.

Hati-hati yang ketiganya setan

Secara makna, 'boyfriend' sendiri dianggap lebih ringan, dan tidak terlalu formal untuk menggambarkan suatu hubungan yang tengah dijalani tetapi tetap spesifik. Sedangkan, padanan kata lain seperti 'lover' atau 'partner', memiliki konotasi yang lebih berat, formal dan cenderung eksplisit bila dibandingkan dengan kata 'boyfriend'. Ternyata, ada hubungannya juga penggunaan perasaan di dalam berbahasa.

Terlepas dari frasa 'teman lelaki', aku jadi belajar bahwa setiap istilah membawa jejak budaya dan cara pandang yang mungkin luput dari perhatian. Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tapi juga cermin dari nilai, norma, dan relasi sosial yang berlaku.

Maka, memahami makna di balik setiap kata bisa menjadi cara kecil untuk lebih bijak dalam bersikap. Tak semua yang tampak sederhana benar-benar sesederhana yang terlihat. Karena dari satu frasa yang dipahami secara mendalam saja, bisa mengubah cara kita melihat, merasa, dan merespons dunia dan hiruk pikuknya.


Komentar