Langsung ke konten utama

Kebebasan yang Kebablasan


Kalau menurutmu, kebebasan itu seperti apa?

Eh… salah. Sepertinya, kebebasan itu yang bagaimana?

Beberapa opsi yang muncul di benakku mendengar kata 'bebas' adalah, apakah bebas menentukan pilihan tanpa campur tangan atau pengaruh orang lain? Apakah bebas untuk berekspresi tanpa harus merasa takut menjadi aneh? Atau…
Apakah bebas menentukan sikap/bersikap tanpa khawatir dihakimi karenanya?

Sampai sekarang aja, sejujurnya aku gak punya gambaran pasti soal kebebasan. Kalau menganut versiku dulu, ada dua anggapan kebebasan yang mendekati ideal. Pertama, sesuatu baru dikatakan bebas kalau kita lebih banyak diuntungkan di dalamnya. Wajarlah, siapa juga yang mau rugi? Sudah pasti kalau diberi pilihan, semua orang akan memilih mana yang menyenangkan untuknya. Kedua, kebebasan itu kalau bisa yang gak ada aturan mainnya. 

Hehehe, gak salah kan? Mau bebas dari mana kalau sedikit-sedikit diberi batasan? Kalau begitu mah, bukan bebas namanya 🤣. Minimal, aturan mainnya gak banyak mengekang untuk kita. Eh, kalau begitu malah balik ke pasal satu dong, ya?

Meskipun kelihatannya idealis sekali, percayalah, praktek kebebasan dalam bayanganku itu masih tergolong sederhana kok. Sesederhana bisa bebas posting apapun untuk menyalurkan beban perasaan/pikiran seperti kebanyakan orang. Masalah itu menyinggung pihak lain, terkesan kasar, ataupun nyeleneh, dipikir belakangan, yang penting perasaan sendiri plong dulu.

Kadang ketika gabut menyerang, aku suka bertanya-tanya, kenapa suatu hal itu boleh/tidak dilakukan di depan umum? Misal aja, pakaian perempuan yang aturannya kadang gak sesimple pakaian laki-laki. Kenapa anak perempuan punya batasan jam malam ketika keluar rumah, beda halnya dengan anak laki-laki. Kenapa kita harus tunduk dan patuh sama orang tua sekalipun terkadang orang tua bisa bikin salah juga. Kenapa beberapa hal itu ada adabnya terutama bila ini berhadapan dengan orang lain. Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang akan kemana-mana bila aku tulis semua.

Well… ternyata aku cukup liar juga ya secara pikiran? Eh, belum ya?

Beberapa hal yang aku pikirkan tadi gak lepas dari pengaruh media yang aku simak. Banyak pendapat serupa yang mengkritisi suatu aturan tidak tertulis yang dipatuhi bersama dalam masyarakat yang dianggap kuno dan tidak relevan di jaman sekarang. Bahkan ada juga yang ikut aksi di jalan untuk memperjuangkan terjadinya perubahan terhadap hal tersebut.

Demi perubahan yang lebih baik

Pasti udah gak asing lagi kan dengan paham-paham yang sedang berseliweran saat ini? Isu seperti kesetaraan gender, kebebasan untuk mencintai bahkan dengan yang sesama jenis, feminisme, liberalisme, sekularisme, dan isme-isme lain ala barat yang membuat otakku terlalu lama loading dalam menyimak tulisan atau opini tersebut.

Jangankan memahami beberapa istilah di dalamnya, melihat fenomenanya yang secara nyata terjadi saja bisa membuatku berpikir keras untuk mencernanya. Kadang masih suka kaget sendiri kalau contohnya sangat dekat, dan ada dalam keseharian. Apalagi itu dijadikan suatu cara menikmati kebahagiaan dalam hidup. Ujung-ujungnya, ketika hal tersebut sudah mencapai tahap kelewatan dan kemudian ada yang hanya sekadar mengingatkan, seringnya mendapat kembalian seperti, 'urus saja, urusanmu sendiri. Toh saya tidak mengganggu kehidupan kamu.

Selintas, mungkin orang-orang yang mengingatkan ini tergolong rese dan kurang kerjaan, ya? Hingga sempat-sempatnya mengatur urusan orang lain dan mengganggu kebebasan mereka. Padahal, bukankah perihal menikmati kebebasan adalah hak setiap orang? Bahkan hal semacam itu sudah dijamin dalam suatu deklarasi yang bernama Hak Asasi Manusia, kan?


Tapi…

Kebebasan yang bagaimana? Apa iya kebebasan tersebut tidak mengganggu orang lain? Apa iya, kebebasan itu juga gak akan merugikan siapapun? Bagaimana bila setiap orang teguh untuk memperjuangkan kesenangannya dengan dalih kebebasan? Apa iya, tidak ada hak orang lain yang dilanggar?


Semakin ke sini, makin ke sana, makin banyak aja perdebatan yang bisa ditemui di dunia maya. Rasa-rasanya sih sampai di dunia nyata juga. Makin banyak aja orang yang mengejar kesenangannya, yang dipikir menjadi tujuan hidup di dunia. Makin banyak aja orang yang merasa terusik ketika diingatkan kalau kesenangannya melewati batas. Masa bodoh dengan aturan yang dulu disepakati bersama selama bertahun-tahun itu. Toh juga banyak yang sudah ketinggalan jaman dan gak sesuai lagi, bagi mereka yang menganut kebebasan. Kebebasan yang kebablasan.  

Hingga sampailah aku pada pertanyaan,
Itu mengejar kebebasan atau menuruti hawa nafsu? 
Bisa dibayangkan bukan bagaimana kacaunya hal ini kemudian bila setiap orang teguh mengejar kebebasannya sendiri-sendiri?


Mungkin, inilah alasannya kenapa manusia hidup masih perlu aturan. Sekalipun bila aturan itu begitu mengikat. Cuma di jaman sekarang, aturan seperti apa yang bisa dijadikan patokan? Aturan yang sudah-sudah saja beberapa kali mengalami revisi dan penyesuaian karena pergeseran nilai. Belum lagi aturan yang sekilas memiliki nilai yang universal, tetapi bila ada suatu kelompok yang menerapkan hal tersebut, rasa-rasanya seperti dibatasi atau lebih dikenal dengan memiliki standar ganda. 

Kesannya kok jadi aturan tersebut yang mengikuti mau manusia yang tidak pernah puas terhadap suatu hal, ya? Kepuasannya siapa yang dituruti, keputusan bersama, atau segolongan kelompok kepentingan? 

Jadi, hmm… sepertinya belum ada aturan yang bisa membendung kebablasan ini.


Tunggu…. Benarkah sebenarnya tidak ada?
Atau, jangan-jangan kita saja yang malas mengkaji kenapa sesuatu itu dilarang? 

Misal saja saat membeli TV baru, pasti ada petunjuk penggunaannya agar alat yang digunakan itu sesuai fungsinya. Bila setiap yang diciptakan memiliki petunjuk penggunaan, bukankah kita juga memilikinya? Sebab, kita tidak mungkin bisa berdiri sendiri dan tercipta begitu saja. Tentu saja ada 'petunjuk' yang digunakan sebagai pedoman agar kita berjalan sesuai fungsinya. 

Kalau sudah sampai di tahap keyakinan ini, tentunya kita sadar kemudian tentang siapa yang menciptakan kita, siapa yang harus kita patuhi, juga aturan siapa yang seharusnya kita ikuti. 

Sebagai seorang yang mengaku muslim misal, tentu punya aturan yang datangnya dari Allah lewat perantara Al Qur'an, As Sunnah (hadist), juga pertimbangan para ulama untuk memutuskan suatu perkara (Ijtihad). Sudah sepantasnya menjadi kewajiban kita untuk kembali mematuhi apa yang ditetapkan Allah dan menjauhi larangannya. 


Kutipan story dari instagram, and I guess it's really clear what she said about

Lantas, apa yang menghalangi kita untuk belajar memahami aturan tersebut? Apakah karena kita terlalu nyaman dengan kebebasan yang ada dalam pemikiran kita sendiri itu? Walau belum tentu kebebasan itu yang akan membawa kita pada sebuah kebaikan?


Komentar