Langsung ke konten utama

Postingan

Untuk Hutang, yang Belum Terbayar

Assalamualaikum, Pak... masih ingat dengan saya? Saya, yang dulu pernah berdiam di depan masjid ini. Menikmati segarnya soto di bawah terik matahari. Mengatasi orkestra yang mendendangkan lara yang sudah bergema sedari pagi karena lelah berdiri, berjemur. Bersama ribuan manusia baru. Kala itu saya masih menjadi manusia yang belum terbangun. Manusia, yang masih menikmati mimpinya sendiri. Sampai detik ini pun sebenarnya masih belum ada yang berubah. Tetapi jika menapaki dinding dimana mimpi pernah terukir dulu, rasanya saya malu sendiri. Karena saya masih tertidur. Di bawah terik matahari memang melelahkan. Bukan karena saya takut menjadi gelap. Hanya saja saya lelah berdiri. Menunggunya, yang terpaksa menjadi pujaan hati. Kala itu, saya masih belum benar-benar menerima kehadirannya yang akan menemani hari-hari saya. Dalam penantian itu, ada jenuh yang melanda. Ia berjalan lama sekali. Lalu saya memutuskan untuk pergi. Berjalan mencari tempat teduh. RumahNya. Rumah yang sanggup...

Untukmu, yang Masih dalam Pencarian

Bagaimana? Sudahkah kamu menemukannya? Menemukan kepingan yang masih menjadi misteri atau sudah lama kamu cari? Bagaimana perjalananmu dalam pencarian ini? Menyenangkankah? Aku harap demikian. Semoga kamu menikmati perjalanan ini. Dear you.... Mungkin ini hanyalah sebuah surat terbuka bagimu. Tentang bagaimana perjalanan itu. Kamu wajib untuk membalaskannya padaku suatu hari nanti. Menceritakan padaku bagaimana kisahmu itu. Bagaimana cara yang kamu tempuh dalam perjalananmu. Karena di sini ada aku yang tengah menunggu. Entah menunggu perjalanan yang sering kudengar 'menyenangkan' namun tak sedikit pula yang mengatakan 'melelahkan' atau memang sebenarnya aku sudah berada dalam perjalanan itu, namun kini seperti hilang arah. Rasanya ekspedisi kali ini memiliki banyak tugas untukku. Tentu saja, aku harus menyelesaikannya. Sebelum tiba waktunya pulang. Selama aku belum menyelesaikannya, selama itu pula aku takkan kembali. Bukan inginku, bukan kehendakku, tetapi in...

Untukmu, yang tengah berjuang...

  Sabar. Sabarlah. Mungkin, memang inilah langkah awalnya.Ini memang berat. Aku tahu. Karena dulu aku pernah berada dalam posisimu. Karena dulu, aku pernah sepertimu. Ketika menyerah adalah pilihan yang terasa begitu nyata. Ketika ia, mulai menyapa ujung-ujung jarimu. Memintanya, untuk segera bertautan. Tetapi kini pilihan ada padamu. Apakah ingin menyambut hangat uluran itu atau berlari ke arah lain? Menghadapi hal yang sebenarnya mungkin saja dihindari. Jika kini kamu tengah berada dalam dilema, cobalah sejenak untuk menengok langkah terakhirmu. Sudah seberapa jauh melangkah? Sudah berapa lama mengukir kisah? Sudah berapa banyak mengukir sejarah? Sudah berapa langkah mendekati cita? Tidakkah rasanya sayang untuk berhenti melangkah? Sabar... sabarlah... Sakit ini hanya sementara. Perih ini tak akan bertahan lama. Karena setelah ini, ada sembuh yang akan menghampiri. Karena segala hal tidak akan pernah menetap dalam waktu yang lama bukan? Kamu percaya kan bahwa sem...

Tentang Dia yang Kini Berbeda

Dulunya ia begitu hidup … Satu hari terlewati dengan senyum yang selalu mengembang di parasnya. Binar itu pun ikut merona pada wajah cantiknya ketika ia tersenyum. Sapaan serta ucapan manisnya selalu menjadi awal semangat dari kejenuhan hari. Dulunya ia begitu hidup … Melewati hari hanya dengan mendengar tawa renyahnya saja. Seolah tanpa himpitan. Tanpa beban. Tawa yang begitu lepas. Tak peduli hal itu lucu atau tidak. Tetapi hanya dengan mendengar tawanya saja, senyum manis tersungging pada wajah setiap insan yang memerhatikan. Seolah tawa itu menyebarkan virus kebahagiaan. Dulunya ia begitu hidup … Selalu menghibur jiwa-jiwa kesepian. Seperti setetes embun yang membasahi tanah. Seperti itulah ia. Sehingga kesepian itu hilang tanpa bekas. Tanpa jejak pula.   Berganti dengan kehangatan yang sekali lagi menular hanya dari senyumnya saja. Dulunya ia begitu hidup … Tak peduli pada suaranya yang tak semerdu penyanyi sopran. Bahkan cenderung merusak gendang telinga. ...

Beginikah Rasanya?

Hallo… apa ada orang? Apa kalian bisa membantuku? Aku butuh pertolongan. Siapapun tolong, muncullah… Apa kalian mendengarku? Oke… lupakanlah…  Sebut saja aku Al. Lengkapnya Alien. Karena untuk saat ini bahkan aku melupakan namaku, juga identitasku. Hanya kata itu yang melintas dalam benakku. Alien. Mungkin karena aku merasa asing di sini. Mirip dengan kisah alien yang tersesat di tempat asing. Tetapi tempat ini sama sekali tak asing. Kalau boleh jujur, tempat ini pun sama dengan daerah asalku. Sama persis. Hanya saja...aku tidak tahu. Bagaimana bisa aku terjebak seperti ini? Aku merasa asing dengan tempatnya. Tempat yang ramai dengan hiruk pikuknya ini berbanding terbalik dengan apa yang kurasakan di dalamnya. Begitu sepi. Begitu hening. Aku... juga merasa asing dengan suasananya. Jangan tanyakan mengapa begitu kontras. Aku sendiri tengah mencari jawabannya.  Ada yang bisa menjelaskannya padaku?  Beberapa orang berlalu lalang di depanku. Aku mencoba...

Catatan Akhir Tahun

Tahun yang berganti Hari yang berganti Umur yang akan berganti Tetapi... kenapa harapan gak ganti-ganti? Hufft... kayaknya masih ngarepin yang itu aja. Makin baik ke depannya 😁. Habisnya aku sendiri sebenernya gak punya planning apapun untuk saat ini. Karena masih amat sangat berubah-ubah tergantung mood . Misal nih, kalau udah merencanakan sesuatu, jangan heran kalau seringnya batal ditepati. Lagi-lagi, masalah mood Anyway , buat tahun ini aku gak berharap banyak. Cuma satu harapannya. Semoga bisa sesegera mungkin menemukan dia. Ups, gak ding. Semoga... semoga apa ya? *kasih waktu mikir dulu ya gaess... Ya.. semoga aku bisa tahu apa yang aku mau sesegera mungkin. Karena harapan ini dibuat bukan untuk satu tahun aja. Tapi tahun berikutnya juga. Biar hemat 😂. Aku harap sih gak mager-mageran lagi mulai sekarang. Soalnya waktu berjalan cepat. Bentar lagi aja udah resmi ganti tahun. Makanya, cepet-cepet jalanin rencananya dengan baik. Ingat, usaha dan doa serta ridhoNya...

Di Persimpangan Hati 2

“Hai…,”     Sosok itu hanya bergeming. Tidak ingin menanggapi. Menatapnya dengan sorot dingin. “Kenapa kamu datang lagi? Bukankah kamu yang menyuruhku pergi?” Yang ditanya hanya tersenyum. Sembari mengambil tempat di sampingnya. Cukup lama untuk mengisi kekosongan karena nihil tanggapan darinya.  “Bagaimana kabarmu kawan?" Dia hanya memandang bingung kepada penanya. Perasaan kesal dan marah yang sempat dipadamkan kembali membara dan berbaur menjadi satu. Apa pedulinya ? Toh, dia telah meninggalkannya. “Lupakanlah.. itu bukan urusanmu. Kenapa kamu datang lagi?” Yang ditanya tertawa kali ini. Meyakinkan dirinya kalau dia mulai membencinya. Jujur saja… dia tak memiliki kuasa untuk menyakitinya. Dia hanya menjalankan apa yang disebut takdir. Takdirnya tidak menginginkannya bersatu dengan sosok di hadapannya kini. Seandainya saja, dia bisa mengubah takdir. Dia akan mengijinkannya untuk mengenalnya lebih dalam. Membiarkannya jatuh cinta kepadany...

Hujan Bulan Desember

Hai, hujan…  Lama tidak melihatmu membasahi bumi. Aku senang karena pada akhirnya kamu datang jua. Terima kasih, karena hari ini kau kembali menyapa bumi yang semakin gersang semenjak kepergianmu. Kamu pergi. Tersembunyi rapat di gugusan awan yang selalu menaungi langit kota. Tahukah kamu seberapa rindu aku melihatmu lagi? Aku merindumu Merindukan aroma petrichor setelah kau puas menyapa bumi. Menyapaku disini. Aku merindumu Merindukan berbagi cerita denganmu dibawah derasnya air yang turun Aku merindumu Dengan sebatang pena, selembar kertas, dan kepulan asap kopi di pinggir jendela kamarku Aku merindumu Merindumu menumpahkan cerita kerinduan terhadap bumi Lihatlah, tidak hanya aku yang merindumu. Bahkan ranting-ranting itu menyambut sapaanmu dengan riang. Alam raya pun menyambut kepulanganmu. Puji syukur tak lepas kupanjatkan. Karena kamu, salah satu nikmatNya yang aku nantikan. Berkat cintaNya lah kita kembali dipertemukan. Di sini. Di bumi ini....

Kita Ini Pemimpi, Kita ini Pejuang

Apa yang bisa dilakukan pemimpi kecil untuk meraih impian?  Apa yang bisa dilakukan para penghayal untuk membuat hayalan mereka menjadi nyata? Jawabannya hanya satu, BERJUANG Karena hidup tak sama lagi seperti ketika dalam buaian. Karena hidup tak sama lagi seperti ketika di bangku sekolah, dimana hidup menaati aturan. Karena hidup tak sama lagi, memiliki kebebasan. Tetapi tidak boleh kebablasan. Wahai para generasi muda, sadarlah… karena mulai detik ini, hidup kita tergantung pada apa yang kita lakukan. Hidup ini kitalah yang membawanya. Bagaimana nasib suatu bangsa, kitalah yang menentukan. Maka, disusunlah mimpi-mimpi itu. Dirancanglah jalan yang akan ditempuh. Dimulailah perjuangan yang tiada akhir ini. Wahai para generasi muda, sadarlah… kita ini pemimpi. Pemimpi yang memimpikan ilmu hingga tingkat langit yang tak terhingga. Pemimpi yang ingin meraih gerbang kesuksesan yang masih terhalang dimensi waktu. Pemimpi yang ingin membahagiakan sumber kekuatan...

Di Persimpangan Hati

“ Apa yang kamu inginkan? ” Ia berpikir sejenak, sebelum memastikan pilihannya. “Aku ingin kamu.” Yang bertanya hanya bisa mendesah kecewa mendengar jawaban yang ditanya. “Sebaiknya lupakan saja aku,” ujarnya pelan, tetapi penuh penegasan. “Kenapa? Kenapa aku harus melupakanmu?" “Karena kita tidak sejalan” “Tetapi aku bisa melakukannya, jika aku mengusahakannya” “Apakah kamu bisa menentang apa yang digariskan Tuhan padamu?" Ia kembali berpikir. Dia benar. Sekeras apapun ia mencoba, pada akhirnya Tuhanlah yang menentukan. “Tapi apa salahnya aku mencoba? Biarkan aku mengusahakannya. Beri aku satu kali lagi kesempatan.” Yang bertanya hanya menggeleng. Tidak, ini tidak baik untuknya dan untuk dia. “Percuma saja jika kamu mencoba. Itu hanya akan mengorbankan waktumu.” “Tapi aku tidak merasa membuang waktuku.” “Tetapi orang tuamulah yang nantinya akan kecewa. Mereka sudah lama menunggumu.” Ia mendesah kecewa. Kenapa dia tidak mengerti? Selama...