Langsung ke konten utama

Postingan

Tentang Dia yang Kini Berbeda

Dulunya ia begitu hidup … Satu hari terlewati dengan senyum yang selalu mengembang di parasnya. Binar itu pun ikut merona pada wajah cantiknya ketika ia tersenyum. Sapaan serta ucapan manisnya selalu menjadi awal semangat dari kejenuhan hari. Dulunya ia begitu hidup … Melewati hari hanya dengan mendengar tawa renyahnya saja. Seolah tanpa himpitan. Tanpa beban. Tawa yang begitu lepas. Tak peduli hal itu lucu atau tidak. Tetapi hanya dengan mendengar tawanya saja, senyum manis tersungging pada wajah setiap insan yang memerhatikan. Seolah tawa itu menyebarkan virus kebahagiaan. Dulunya ia begitu hidup … Selalu menghibur jiwa-jiwa kesepian. Seperti setetes embun yang membasahi tanah. Seperti itulah ia. Sehingga kesepian itu hilang tanpa bekas. Tanpa jejak pula.   Berganti dengan kehangatan yang sekali lagi menular hanya dari senyumnya saja. Dulunya ia begitu hidup … Tak peduli pada suaranya yang tak semerdu penyanyi sopran. Bahkan cenderung merusak gendang telinga. ...

Beginikah Rasanya?

Hallo… apa ada orang? Apa kalian bisa membantuku? Aku butuh pertolongan. Siapapun tolong, muncullah… Apa kalian mendengarku? Oke… lupakanlah…  Sebut saja aku Al. Lengkapnya Alien. Karena untuk saat ini bahkan aku melupakan namaku, juga identitasku. Hanya kata itu yang melintas dalam benakku. Alien. Mungkin karena aku merasa asing di sini. Mirip dengan kisah alien yang tersesat di tempat asing. Tetapi tempat ini sama sekali tak asing. Kalau boleh jujur, tempat ini pun sama dengan daerah asalku. Sama persis. Hanya saja...aku tidak tahu. Bagaimana bisa aku terjebak seperti ini? Aku merasa asing dengan tempatnya. Tempat yang ramai dengan hiruk pikuknya ini berbanding terbalik dengan apa yang kurasakan di dalamnya. Begitu sepi. Begitu hening. Aku... juga merasa asing dengan suasananya. Jangan tanyakan mengapa begitu kontras. Aku sendiri tengah mencari jawabannya.  Ada yang bisa menjelaskannya padaku?  Beberapa orang berlalu lalang di depanku. Aku mencoba...

Catatan Akhir Tahun

Tahun yang berganti Hari yang berganti Umur yang akan berganti Tetapi... kenapa harapan gak ganti-ganti? Hufft... kayaknya masih ngarepin yang itu aja. Makin baik ke depannya 😁. Habisnya aku sendiri sebenernya gak punya planning apapun untuk saat ini. Karena masih amat sangat berubah-ubah tergantung mood . Misal nih, kalau udah merencanakan sesuatu, jangan heran kalau seringnya batal ditepati. Lagi-lagi, masalah mood Anyway , buat tahun ini aku gak berharap banyak. Cuma satu harapannya. Semoga bisa sesegera mungkin menemukan dia. Ups, gak ding. Semoga... semoga apa ya? *kasih waktu mikir dulu ya gaess... Ya.. semoga aku bisa tahu apa yang aku mau sesegera mungkin. Karena harapan ini dibuat bukan untuk satu tahun aja. Tapi tahun berikutnya juga. Biar hemat 😂. Aku harap sih gak mager-mageran lagi mulai sekarang. Soalnya waktu berjalan cepat. Bentar lagi aja udah resmi ganti tahun. Makanya, cepet-cepet jalanin rencananya dengan baik. Ingat, usaha dan doa serta ridhoNya...

Di Persimpangan Hati 2

“Hai…,”     Sosok itu hanya bergeming. Tidak ingin menanggapi. Menatapnya dengan sorot dingin. “Kenapa kamu datang lagi? Bukankah kamu yang menyuruhku pergi?” Yang ditanya hanya tersenyum. Sembari mengambil tempat di sampingnya. Cukup lama untuk mengisi kekosongan karena nihil tanggapan darinya.  “Bagaimana kabarmu kawan?" Dia hanya memandang bingung kepada penanya. Perasaan kesal dan marah yang sempat dipadamkan kembali membara dan berbaur menjadi satu. Apa pedulinya ? Toh, dia telah meninggalkannya. “Lupakanlah.. itu bukan urusanmu. Kenapa kamu datang lagi?” Yang ditanya tertawa kali ini. Meyakinkan dirinya kalau dia mulai membencinya. Jujur saja… dia tak memiliki kuasa untuk menyakitinya. Dia hanya menjalankan apa yang disebut takdir. Takdirnya tidak menginginkannya bersatu dengan sosok di hadapannya kini. Seandainya saja, dia bisa mengubah takdir. Dia akan mengijinkannya untuk mengenalnya lebih dalam. Membiarkannya jatuh cinta kepadany...

Hujan Bulan Desember

Hai, hujan…  Lama tidak melihatmu membasahi bumi. Aku senang karena pada akhirnya kamu datang jua. Terima kasih, karena hari ini kau kembali menyapa bumi yang semakin gersang semenjak kepergianmu. Kamu pergi. Tersembunyi rapat di gugusan awan yang selalu menaungi langit kota. Tahukah kamu seberapa rindu aku melihatmu lagi? Aku merindumu Merindukan aroma petrichor setelah kau puas menyapa bumi. Menyapaku disini. Aku merindumu Merindukan berbagi cerita denganmu dibawah derasnya air yang turun Aku merindumu Dengan sebatang pena, selembar kertas, dan kepulan asap kopi di pinggir jendela kamarku Aku merindumu Merindumu menumpahkan cerita kerinduan terhadap bumi Lihatlah, tidak hanya aku yang merindumu. Bahkan ranting-ranting itu menyambut sapaanmu dengan riang. Alam raya pun menyambut kepulanganmu. Puji syukur tak lepas kupanjatkan. Karena kamu, salah satu nikmatNya yang aku nantikan. Berkat cintaNya lah kita kembali dipertemukan. Di sini. Di bumi ini....

Kita Ini Pemimpi, Kita ini Pejuang

Apa yang bisa dilakukan pemimpi kecil untuk meraih impian?  Apa yang bisa dilakukan para penghayal untuk membuat hayalan mereka menjadi nyata? Jawabannya hanya satu, BERJUANG Karena hidup tak sama lagi seperti ketika dalam buaian. Karena hidup tak sama lagi seperti ketika di bangku sekolah, dimana hidup menaati aturan. Karena hidup tak sama lagi, memiliki kebebasan. Tetapi tidak boleh kebablasan. Wahai para generasi muda, sadarlah… karena mulai detik ini, hidup kita tergantung pada apa yang kita lakukan. Hidup ini kitalah yang membawanya. Bagaimana nasib suatu bangsa, kitalah yang menentukan. Maka, disusunlah mimpi-mimpi itu. Dirancanglah jalan yang akan ditempuh. Dimulailah perjuangan yang tiada akhir ini. Wahai para generasi muda, sadarlah… kita ini pemimpi. Pemimpi yang memimpikan ilmu hingga tingkat langit yang tak terhingga. Pemimpi yang ingin meraih gerbang kesuksesan yang masih terhalang dimensi waktu. Pemimpi yang ingin membahagiakan sumber kekuatan...

Di Persimpangan Hati

“ Apa yang kamu inginkan? ” Ia berpikir sejenak, sebelum memastikan pilihannya. “Aku ingin kamu.” Yang bertanya hanya bisa mendesah kecewa mendengar jawaban yang ditanya. “Sebaiknya lupakan saja aku,” ujarnya pelan, tetapi penuh penegasan. “Kenapa? Kenapa aku harus melupakanmu?" “Karena kita tidak sejalan” “Tetapi aku bisa melakukannya, jika aku mengusahakannya” “Apakah kamu bisa menentang apa yang digariskan Tuhan padamu?" Ia kembali berpikir. Dia benar. Sekeras apapun ia mencoba, pada akhirnya Tuhanlah yang menentukan. “Tapi apa salahnya aku mencoba? Biarkan aku mengusahakannya. Beri aku satu kali lagi kesempatan.” Yang bertanya hanya menggeleng. Tidak, ini tidak baik untuknya dan untuk dia. “Percuma saja jika kamu mencoba. Itu hanya akan mengorbankan waktumu.” “Tapi aku tidak merasa membuang waktuku.” “Tetapi orang tuamulah yang nantinya akan kecewa. Mereka sudah lama menunggumu.” Ia mendesah kecewa. Kenapa dia tidak mengerti? Selama...

Teruntuk Kamu yang Tak Lagi Kusentuh

Lama sekali rasanya aku tidak bertemu denganmu. Bagaimana keadaanmu kini? Ah… aku lupa. Kamu tetaplah kamu. Tak berubah sekalipun. Hanya saja aku yang berbeda dan mulai meninggalkanmu. Mungkin aku jahat. Memang, aku jahat padamu. Aku tidak lagi menyediakan waktu untukmu. Aku hanya memikirkan diriku sendiri. Teruntuk kamu yang masih berada disana, Kalau saja temanku tidak menceritakanmu padaku, mungkin aku juga tidak akan mengingatmu. Apalagi sampai menulis seperti ini. Kamu adalah bagian dari masa laluku. Bukankah tidak baik terlalu sering menatap masa lalu untuk bisa melangkah maju? Tetapi kemudian aku tersadar. Bukan berarti kamu akan selamanya berada di sana, di masa laluku. Bisa saja kamu menjadi bagian dari masa depanku yang masih misteri. Ah iya, tidak seharusnya aku benar-benar melupakanmu bukan? Maafkan aku, yang kini kembali mengingatmu. Aku benar-benar lupa jika hukum alam berlaku. Tentu saja, aku tidak ingin kamu menyakitiku seperti yang kulakukan padamu. Mungkin t...