Langsung ke konten utama

Postingan

Tentang Januari…

Photo by Jeswin Thomas from Pexels Sekali lagi aku hanyalah manusia yang mengikuti naluri sesaat. Ada sebuah bisikan yang mencegahku melepasnya begitu saja. Tentang janji, tentang komitmen yang mulai untuk ditepati.    Aku mungkin bukan orang yang semudah itu untuk terikat. Ah… tidak mudah. Entahlah. Aroma untuk bebas sesekali masih menguar dan melingkupiku. Menciptakan ruang bernama zona nyaman. Bukankah zona nyaman adalah ruang paling sulit untuk ditinggalkan? Seberapapun kamu mencoba bangkit, bukankah perlu usaha yang besar dan tekad yang kuat untuk melangkah? Tentang Januari… Sebenarnya aku tidak begitu peduli. Bukankah ia hanya satuan waktu yang pada akhirnya akan terlewati selama sisa hidupku? Ah… tidak Perasaan melankolis ini sebenarnya tak perlu untuk diluapkan. Hanya tinggal beberapa menit sebelum ia akhirnya pergi. Bila mungkin dulu aku tak peduli pada hari yang telah berlalu, entah mengapa sekarang batasan itu semakin terlihat. Waktuku...

Salah Jurusan atau Kamu yang Tidak Mau Berjuang?

Ketika bingung menentukan tujuan Dari jaman masih menjadi mahasiswa baru dulu, pertanyaan mengenai salah jurusan udah sering banget menyapa di timeline plus kiat-kiat mengantisipasi kalau kamu merasa ‘bukan ditempat seharusnya'. Well , sepertinya udah kenyang banget aku dengan bahasan semacam ini. Udah sering baca, udah sering muncul, juga udah sering jadi bahan rumpi ngalor ngidul setelahnya. Anyway , tulisan ini gak bertujuan untuk menyampaikan bahasan yang udah-udah di timeline . Kalau bacaan sama, pasti akan ngalamin kebosanan seperti yang udah aku alami juga, kan? Terus, kenapa bahas ini lagi? Gak menampik sih, meskipun masa kuliah udah lumayan lama juga dijalani, tapi pertanyaan ini masih aja dipertanyakan di lingkungan sekitar. Entah itu teman di kampus, ataupun mungkin juga buat aku sendiri, dikala pemikiran negatif itu muncul lagi. Am I on The Right Way? Percaya atau tidak, ketika bertanya tentang hal ini ke diri sendiri, maka akan sedikit men...

Menjadi Berarti

Bulanan gak nulis, rindu pula aku pada sarang pikiran ini. Masih soal pertanyaan yang dibiarkan mengambang. Aku tidak tahu apakah ini merupakan sebuah jawaban atau inilah penegasan dari segala yang mengambang itu. Dulu, aku berpikir…. Menjadi berarti, ialah ketika kamu dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitarmu. Ah, Sebut saja ini suatu pengabdian untuk menjaganya agar tetap lestari. Salah satu bentuknya sesederhana menjaga kebersihan lingkungan, atau ikut reboisasi, atau menjadi seseorang yang konsisten menyerukan isu lingkungan pada banyak orang. Menjadi berarti ialah ketika membagikan ilmu pada mereka yang tidak tahu.  Masih tentang mengabdi. Bisa dengan mengikuti komunitas mengajar ke daerah pelosok sehingga pendidikan tersebar merata. Bisa juga dengan memberi pelatihan keterampilan kepada kaum yang rentan termarjinalkan dan memberi kesempatan mereka juga untuk berkembang. Atau... menginspirasi orang dengan kisah suksesmu seperti para motivator atau  talks...

Pisah...

Awalnya aku mengira, 38 hari yang kulalui adalah hari yang berat untuk dijalani. 38 hari penuh dengan beban dan mengharap mendapatkan imbalan besar semudah membalikkan telapak tangan setelahnya. 38 hari yang akan dilalui tanpa mengalami ikatan emosional di dalamnya. 38 hari yang mungkin akan memberi warna baru tanpa memiliki pendar cahaya dalam kilaunya. Berat..? Iya tahu. Semua pun mengeluhkan begitu. Hidup bersama sekelompok orang asing yang tak pernah saling menyapa sebelumnya. Hidup bersama mereka yang tak tahu akankah menerima dan menyambut dengan baik atau tidak. Hidup di lingkungan dimana seolah semua mata berharap lebih padamu, walau yang diharapkan belumlah siapa-siapa. Menemukan seorang asing yang tertidur di sampingmu. Seorang asing yang mungkin saja akan mendengar suara-suara aibmu dan menahan dirinya untuk membuatmu merasa nyaman. Seorang asing yang akan menyediakan makan untukmu dan memakannya bersamamu. Seorang asing yang akan menemani malam gelapmu dan menjadik...

A Note For Yourself

Dear heart... There is nothing to share right now except telling you what I truly think inside. It's not about how long we've been together, but also how much we spent the time that already passed. I didn't say that it was totally meaningless. Sometimes, i just can't hold my words. It somehow being the allergies... In fact, I can felt that our path sometimes becoming unreal. It was a fantasy that never be happened and only unfettered dream. I already losing count about how many time I made the scars that should be ignored until its dissapear. So many times, I made you broke whenever I saw them gone away, pursuing their destiny,  while I just sitting down here without any plan to go. Over and over again, I made you falling down and seemed to mean nothing on my sight. Don't care about what the parents told, or what was written on motivation book, or maybe some quotes that have been shared so many times in newsfeed on social media, telling about strengthen yo...

Surat untuk Seorang Kawan

Ditengah hari dimana aku melewatkan langkah kecil dari perjalananku, aku merehatkan diri sejenak. Mendengar ceracau teman di ujung wilayah yang berbeda atau sekadar melihat kabarmu hanya dari foto profilmu. Lalu aku melihatmu. Tersenyum dalam sebuah foto dengan manisnya. Senyum yang seolah tanpa beban tugas yang mendera seperti halnya aku saat ini. Sayangnya ada yang lain dari potret itu. Kamu yang kutemui dalam foto, bukanlah yang kujumpai ketika liburan tiba. Teruntuk kamu yang mungkin saja mengenaliku dan kebetulan sekadar singgah untuk melepas penat dengan membaca tulisan ini... Jujur saja ada sebersit perasaan sedih menjumpaimu walau hanya sebatas foto profil. Aku tahu, langkah kita untuk berpindah mungkin memang dimulai terlebih dulu olehmu. Dalam perjalanan yang panjang itu, tidak ada yang tahu mana yang akan mengalami perubahan lebih besar terlebih dahulu. Semua punya jatahnya masing-masing yang telah diatur dengan seadil-adilnya olehNya. Perjalanan itu memang ber...