Langsung ke konten utama

Salah Jurusan atau Kamu yang Tidak Mau Berjuang?



Ketika bingung menentukan tujuan


Dari jaman masih menjadi mahasiswa baru dulu, pertanyaan mengenai salah jurusan udah sering banget menyapa di timeline plus kiat-kiat mengantisipasi kalau kamu merasa ‘bukan ditempat seharusnya'. Well, sepertinya udah kenyang banget aku dengan bahasan semacam ini. Udah sering baca, udah sering muncul, juga udah sering jadi bahan rumpi ngalor ngidul setelahnya. Anyway, tulisan ini gak bertujuan untuk menyampaikan bahasan yang udah-udah di timeline. Kalau bacaan sama, pasti akan ngalamin kebosanan seperti yang udah aku alami juga, kan?

Terus, kenapa bahas ini lagi?

Gak menampik sih, meskipun masa kuliah udah lumayan lama juga dijalani, tapi pertanyaan ini masih aja dipertanyakan di lingkungan sekitar. Entah itu teman di kampus, ataupun mungkin juga buat aku sendiri, dikala pemikiran negatif itu muncul lagi.

Am I on The Right Way?

Percaya atau tidak, ketika bertanya tentang hal ini ke diri sendiri, maka akan sedikit menimbulkan pertentangan batin, duel epik antara hati dan pikiran. Terutama, mereka yang sejak awal berada, bukan karena benar-benar menginginkannya. Well, ini sih sebenarnya terkait sama perspektif dari diri sendiri aja. Apakah menempatkan diri sebagai ‘orang yang ngenes’ atau sebagai ‘orang yang deal with it’.

Memang, urusan perspektif ini gak bisa diubah semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih setiap orang punya pola pikir yang beda-beda. Aku mengerti. Tetapi, ada satu hal yang perlu aku garis bawahi. Sebenarnya, apapun kondisinya kita punya kendali untuk menentukan kemana kita bergerak.

Terkait dengan tulisan ini, aku paham dengan posisi yang dimiliki saat ini. Sebagai orang luar yang mengamati. Katanya, kalau udah menyentuh ranah diri sendiri, orang lain gak berhak untuk ikut campur. Mungkin ini juga yang sekarang banyak dijadikan tameng untuk menghalau intervensi orang lain yang mau ikut campur sedangkan dari dalam diri dilanda kebingungan yang belum berhenti. Makin parah kalau merasa terbebani dengan tuntutan orang sekitar. Gak heran kalau kemungkinan jadi enggan untuk mendengar perspektif berbeda dari orang lain atau bahasa lainnya, bodo amat. I know. I ever did. Alasannya, klasik. ‘Kalian gak tau apa yang aku alami dan rasain’. 

Well, kalau masih merasa terlindungi dibalik pola pikir yang begitu, aku hanya bisa menyarankan untuk berhenti membaca tulisan ini sampai disini. Gak akan berguna juga kalau tetap dibaca. Kenapa?

Let’s say, tulisan kali ini adalah tulisan ikut campur yang bertujuan untuk merubah persepsi and yes I mean it.  

Aku emang gak tahu persis memang tentang apa dialami selama ini. Termasuk jatuh bangun untuk bisa survive di jalan yang sekarang. Karena itu tadi, pengalaman yang berbeda-beda akan bawa pengaruh yang beda juga pada seseorang. But, if this words can conforming, You already did good to stay this far. Cuma masih suka bingung aja gitu, sama orang yang suka mengeluh ‘kayaknya gua salah jurusan’ tapi aku, yang notabene sebagai pengamat, belum melihat seberapa besar effort dia buat bertahan selain melarikan diri dari kampus dan terus menerus sambat.

Hehehe... adakah yang langsung ke-trigerred dan siap untuk memberontak sambil membatin ‘emang usaha untuk berjuang harus dilihatin gitu biar orang lain tahu seberapa besar gua berjuang?

Kalem and take a chill pill.
Karena untuk bisa memahami, gak bisa dengan hati yang panas 😁

Emang sih, gak perlu nunjukkin usaha untuk tetap bertahan. But, at least please… jangan dibiasakan untuk mengeluh. Kamu bukan satu-satunya orang yang mengalami kesulitan kok. Minimal hadir di kelas untuk mengikuti perkuliahannya udah cukup. Meskipun ya... karena gak begitu berminat, jadi mental apa yang dipelajari. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Tapi, setidaknya ada yang dipelajari, kan walaupun sedikit banget?

Aku ngerti, gak mudah emang bergerak dengan menantang minat. Aku pun demikian. Tapi, kalau terus-terusan lari dan memberontak dari kenyataan, apa gak beda jauh sama pecundang yang pulang duluan sebelum berperang? Iya kalau misalkan pemberontakannya berhasil.

Anggap saja, kamu gak suka berada di jurusan yang sekarang, dan mencoba peruntungan lagi di tahun selanjutnya. Kalau toh pada akhirnya berhasil mendapatkan jurusan yang diinginkan, mungkin effort yang selama ini dikeluarkan dengan rela meninggalkan perkuliahan di jurusan yang dianggap salah demi belajar, akan terbayar lunas. Itu pun juga udah ada ruginya. Biaya buat belajar lagi (kalau keluar duit untuk ikutan bimbel) juga biaya yang kalian keluarkan untuk jurusan yang ‘salah’ itu. Mending kalau banyak duit. Kalau gak?

Well, itu baru kemungkinan pertama, kemungkinan kedua, kamu bolos kuliah demi mengejar lagi peruntungan yang diharapkan dan berakhir gagal. Apa mau dikata? Yang ada hanya penyesalan. Menyesal membuang kesempatan kuliah di tahun awal yang sebenarnya menawarkan banyak peluang  untuk melupakan rasa sakit hati kalian. Apalagi katanya, cara ampuh menyembuhkan sakit hati salah satunya adalah menyibukkan diri. Belum lagi mau gak mau, kudu menuntaskan apa yang telah dimulai walaupun sambil konflik batin. Huffttt… Berat.

Inilah yang aku maksud mengubah perspektif. Berhenti berpikir kalau diri ini lemah dan merupakan korban dari ketidakadilan takdir. Berhenti untuk mengeluh terhadap tantangan yang mungkin tidak disukai tapi harus dihadapi. Berhenti untuk mengeluh kalau jurusan yang ‘salah’ ini gak sesuai dengan minat.

Ketimbang terus-terusan ngeluh, kenapa gak mengubah mindset dengan ‘Gua yang pegang kendali, jadi gua yang akan nentuin aturan mainnya' ?

Mungkin, pertanyaan ini bisa membantu untuk membuka pikiran. Gak perlu dijawab secara langsung, cukup antara kalian dengan Tuhan saja yang tahu. Syaratnya, jawab dengan sejujurnya dan sambil memikirkan kembali.

Selama di jurusan yang kalian anggap salah, hal positif apa yang sudah dilakukan sesuai dengan bidang jurusan yang diambil?

Sudah?
Kalau sudah, mari kembali ke pertanyaan di awal. 

Apakah kamu beneran merasa salah jurusan?
Atau kamu yang emang gak mau mencobanya terlebih dahulu?
 

Kalau perlu sesuatu yang bisa bikin adem dan membuatmu berpikir dengan lebih jernih, silahkan untuk banyak mendekat padaNya. Bukankah kalau misal, ini adalah 'sakit', Dia punya penawar untuk rasa sakit itu? Bukankah setiap ada permasalahan, ada juga jalan keluarnya? Kalau menurut keyakinanku, tercantum dalam Alqur'an Surat Al Baqarah ayat 216. Mungkin saja bisa menenangkan.

Orang yang menang pertarungan karena dia berhasil menaklukan rintangan. Layaknya seleksi alam, yang kuatlah yang akan bertahan.


Komentar