Langsung ke konten utama

Surat untuk Seorang Kawan


Ditengah hari dimana aku melewatkan langkah kecil dari perjalananku, aku merehatkan diri sejenak. Mendengar ceracau teman di ujung wilayah yang berbeda atau sekadar melihat kabarmu hanya dari foto profilmu.

Lalu aku melihatmu. Tersenyum dalam sebuah foto dengan manisnya. Senyum yang seolah tanpa beban tugas yang mendera seperti halnya aku saat ini. Sayangnya ada yang lain dari potret itu.

Kamu yang kutemui dalam foto, bukanlah yang kujumpai ketika liburan tiba.

Teruntuk kamu yang mungkin saja mengenaliku dan kebetulan sekadar singgah untuk melepas penat dengan membaca tulisan ini...

Jujur saja ada sebersit perasaan sedih menjumpaimu walau hanya sebatas foto profil. Aku tahu, langkah kita untuk berpindah mungkin memang dimulai terlebih dulu olehmu.

Dalam perjalanan yang panjang itu, tidak ada yang tahu mana yang akan mengalami perubahan lebih besar terlebih dahulu. Semua punya jatahnya masing-masing yang telah diatur dengan seadil-adilnya olehNya.

Perjalanan itu memang berat, bahkan hingga kini saja langkahku sendiri masih terseok karenanya. Akan tetapi melihatmu seperti itu... yang kurasakan hanyalah sedih disertai dengan sedikit kecewa.

Kemudian jariku hanya bisa mematung. Tidak bergerak untuk sekedar menekan tombol 'love' untuk fotomu itu. Tidak juga bergerak untuk segera membicarakannya padamu. Sebab aku tahu, tentang dirimu yang sensitif. Juga tentang dirimu yang butuh privasi dan ruang untuk berekspresi.

Entah karena kamu tidak mengetahuinya, atau kamu hanya berpura pura menutup mata dan memilih tidak mau tahu. Ah... semoga saja perkiraan pertamaku yang tepat.

Teruntuk kamu...

Sudah dasarnya seorang wanita ingin terlihat cantik dan menarik di mata banyak orang. Sudah dasarnya seorang wanita cenderung mudah goyah ketika menerima pujian. Terutama ketika seorang asing mengatakan bahwa dirimu cantik.

Demikian halnya denganku,

Tetapi jangan sampai karena haus akan pujian hingga kamu berbagi apa yang seharusnya kamu simpan sendiri dan membagikannya kepada yang berhak atasmu. Tidak...

Bisa saja mata yang memandangmu itu memandang lain padamu. Bisa saja mulut yang menyapamu atau memujimu menyimpan segudang jebakan untuk menjeratmu. Bisa saja jari yang mereka gunakan untuk mengetik komentar tentang foto yang baru saja kamu unggah memiliki niat yang tidak terduga dan membahayakanmu. Seperti untuk mendapatkanmu secara cuma-cuma tanpa harus bersusah payah. Tidak. Dirimu tidak serendah itu untuk dibandingkan. Tidak semudah itu pula untuk didapatkan.

Jagalah dirimu baik baik...

Maafkan aku yang tak bisa menasehatimu secara langsung. Tetapi semoga saja kamu lekas sadar. Entah dengan cara lain yang ditentukanNya atau dengan menemukan catatan ini





Komentar