Langsung ke konten utama

Pisah...


Awalnya aku mengira, 38 hari yang kulalui adalah hari yang berat untuk dijalani. 38 hari penuh dengan beban dan mengharap mendapatkan imbalan besar semudah membalikkan telapak tangan setelahnya. 38 hari yang akan dilalui tanpa mengalami ikatan emosional di dalamnya. 38 hari yang mungkin akan memberi warna baru tanpa memiliki pendar cahaya dalam kilaunya.

Berat..? Iya tahu.
Semua pun mengeluhkan begitu.

Hidup bersama sekelompok orang asing yang tak pernah saling menyapa sebelumnya. Hidup bersama mereka yang tak tahu akankah menerima dan menyambut dengan baik atau tidak. Hidup di lingkungan dimana seolah semua mata berharap lebih padamu, walau yang diharapkan belumlah siapa-siapa.

Menemukan seorang asing yang tertidur di sampingmu. Seorang asing yang mungkin saja akan mendengar suara-suara aibmu dan menahan dirinya untuk membuatmu merasa nyaman. Seorang asing yang akan menyediakan makan untukmu dan memakannya bersamamu. Seorang asing yang akan menemani malam gelapmu dan menjadikan ia ramai, seolah sepi sudah jenuh untuk kau tempati.

Mungkinkah...? Aku tak tahu.
Semua pun akan berpikir begitu.

Lalu aku jalani saja semuanya. Mencoba untuk biasa saja walau ada yang membuat tak nyaman dan celah untuk melalaikan. Mencoba untuk berjalan tanpa keluhan. Mencoba membangun karangan baik untuk isi kepala yang mulai menaruh curiga, menggerogoti sisi-sisi liar dalam belukar.

Berat...? Iya berat.
Semua pun juga merasakannya.

Hanya saja, berat itu teralihkan. Tak lagi menjadi halangan untuk melangkah. Terganti candaan yang menertawakan konyolnya kehidupan yang pernah menyapa. Permainan yang mengisi waktu luang dengan kebosanan. Cerita tentang masa lalu yang masih saja suka mengintip pada malam-malam berbintang. Dongeng tentang masa depan yang mungkin tengah diwujudkan. Ataupun saling mencela, tanpa maksud menghina. Tak perlu dipikir serius. Hanyalah sebuah bercanda yang disengaja.

38 hari berjalan lancar begitu saja. Bertemu dengan warga sekitar yang menyambut ramah. Lambaian anak-anak desa dengan keceriaan alami yang senang dihampiri. Juga senyuman seorang tua yang menyapamu dengan kayu bakar di punggungnya. Belum lagi dengan bentang alamnya yang meneduhkan mata. Atau aroma cengkeh dan biji kakao yang dijemur di jalan-jalan yang dilalui. Juga pantai dengan pemandangan terbaik, yang mungkin saja membawamu melayang seolah tak berada di desa negerimu sendiri.

Ah...Sempurna. Lancar. Seolah tanpa beban.

Benarkah demikian? Berjalan tanpa beban dan mulus begitu saja?
Mustahil

Terkadang, kamu perlu menekan sisi egois untuk menjaga perasaan seorang asing yang baru dikenal dalam hitungan hari. Terkadang, perlu untuk menjaga sikap dan mengontrol sisi gelapmu yang mengakar. Terkadang, tentu saja dilengkapi perdebatan panas dan konflik yang dilalui. Entah dengan teman sekamar, teman sekelompok, atau warga sekitar yang pernah disapa. Tanpa sadar, ikatan emosi mulai terbentuk dan terjalin begitu saja.

Ada cerita baru yang dibawa pulang setelah perjalanan jauhmu nantinya. Ada kisah baru yang akan diwariskan turun temurun pada seseorang yang berada dalam jalur keturunanmu kelak. Ada pengalaman berharga yang kau dapatkan. Tentang bekerja sama, bersyukur, menjadi dekat dengan lingkungan sekitar, dan mungkin tetap tahan banting, menghadapi segala kesulitan tanpa melewatkan senyuman.

Setelah semuanya, kembali saat ini...

Seperti goresan kisah memiliki awalan untuk memulai, akan ada akhir untuk mengakhirinya. Pertemuan yang pasti berujung perpisahan, menjadi sebuah hukum alam yang tak dapat lagi dihindari. Walau hati ingin menetap dan tetap terikat, ada saja waktu yang memisahkan dan membawamu kembali pulang, bertemu mereka yang sebelumnya kau rindu dalam rantauan. Pada akhirnya, hanyalah kenangan yang mampu dibawa pulang.


Dimanapun kalian berada, kukirimkan terima kasih. 
Untuk warna dalam hidupku dan banyak kenangan indah, kau melukis aku. 

Sebab, kita tak pernah tahu, berapa lama kita diberi waktu. 
Jika aku pergi lebih dulu, tolong jangan lupakan aku. 

Inilah tulisan tentang kalian, tentang kita. Sebagai ungkapan terima kasihku, untuk 38 hari menjadi bagian hidup.
Sampai jumpa...




Komentar