Langsung ke konten utama

Postingan

Tentang April

Photo by Dominik Martin on Unsplash Perkara waktu yang selalu bergulir, aku tak menyangka bahwa ini sudah menginjak hitungan keempat. Bila membuka ruang ini dan melihat secara lebih luas, mungkin ada banyak hal yang mengalami perubahan. Bohong bila aku berkata bahwa aku tak berubah. Sebab aku adalah salah satu komponen jagat raya yang juga mengalami dimensi waktu. Tidak banyak secara fisik. Yang berbeda ialah gejolak dalam diri. Entah, darimana sumbu ini berasal, tetapi secara perlahan ia berpijar. Pemberontakkan, penyangkalan, hingga berani menyalahkan keadaan. Ia semakin bergerak tanpa kendali. Seolah nasihat para tetua tak begitu memiliki arti. Ia hanya alunan yang sengaja berdendang untuk menemani sepi. Hanya lewat, tanpa pernah menetap dan tinggal.  Ah… bahkan tidakkah kau rasakan sendiri tentang bara yang masih berpijar lewat rangkai aksara ini? Untuk sedetik kesadaran, aku mencoba merekanya dalam hening. Mengoreksi tentang catatan merah diri yang telah...

Ujung-Ujungnya Pembatasan Plastik

Oeklah,  Eh… kebalik. Okelah, topik yang ditulis kali ini sebenarnya bukan hal yang baru aja terjadi. Mungkin karena aku baru aja ngerasain gimana dampaknya, jadinya nekat buat ditulis di sini.  Kalau dipikir-pikir, kayaknya udah lama banget aku terdampar di negeri antah berantah. Sampai hal yang seperti ini aja baru sadar. Berlebihan sih, cuma ya efeknya kurang lebih kayak ‘selamat datang untuk kamu yang kembali menginjak tanah setelah kelamaan bermimpi’ . Anyway … Ini adalah catatanku perihal pembatasan penggunaan plastik. Sebenarnya udah bukan isu baru lagi sih. Ya, aku paham betul dan sepenuhnya sadar. Mulai dari akhir tahun 2018, himbauan ini udah beredar luas terutama pas lagi belanja di supermarket. Aturan mengenai ini juga sudah diterapkan di Bali awal tahun 2019 kemarin.  Jadi, kalau kamu kebetulan lagi belanja di supermarket yang namanya udah mentereng seantero negeri (perlu aku sebutin namanya?)   jangan harap belanjaanmu bakal dibungkus pa...

Tentang Maret

Maret, dan segala teka-tekinya. Seringkali aku terdampar dalam kalut yang menerbangkan khayal. Tersesat pada ribuan tanya yang saling melilit satu sama lain. Tak ada pangkal, yang ada hanyalah gumpalan kekusutan yang meronta untuk terurai. Pada akhirnya, aku menekan diri untuk menguraikannya. Memberinya nama kekalutan itu, teka teki. Ya, ini adalah hitungan ketiga dalam masehi.   Photo by  Mauricio Artieda  from  Pexels     Mungkin saja masih terlalu awal. Tetapi bukankah sebaik-baiknya tidak memberi kesempatan diri untuk kembali menunda? Bukankah semakin banyak tuntutan yang harus kamu jawab sedang mungkin saja waktumu tak lagi banyak?   Masih bergerak pada poros yang diyakini, tetapi tak mungkin untuk berlari mundur dan menghindar bukan? Tidak hanya tanya tentang hari ini. Tanya kemarin, juga tanya yang akan datang menjadi pelengkapnya. Ribuan tanya dalam satu lini pada waktu berbeda. Di tengah tanya yang menggantung, ada ...

Menghadapi Kebuntuan

Photo by  Josh Hild  on  Unsplash Sebenarnya, aku gak tahu kemana jari-jari ini akan mengetik huruf di papan keyboard . Atau, kemana cerita ini akan mengalir. Atau... sebenarnya kamu mau ngapain sih, Meg? Mau bertingkah malu-maluin lagi? Hehehe… mungkin. Tapi sepertinya, aku akan kembali membuat pengakuan yang sebenarnya cukup bikin malu berhubung seorang Mega sudah biasa demikian. Jadi, post ini mungkin di luar ekspektasi. Sebab, ini hanya sebuah catatan kusut dari orang yang merasa masih belum memiliki arti. Tssaahh… So , Belakangan ini, aku sedang berada dalam tahapan gak ngerti mau kemana sebenarnya alias hilang arah. Mungkin, kebanyakan orang sulit untuk mengakui situasi terpojok dan buntu seperti ini. Serasa membuka satu kunci kelemahan. Tetapi sesaat kemudian aku berpikir, mungkin sesekali mengakui kelemahan gak masalah. Bukan berarti lemah, tapi capek kali lah kalau terus menerus menekan diri biar terlihat kuat padahal sebenarnya tidak. Mana tau kan ketem...

Tentang Februari

Bila Januari adalah rencana, maka Februari menyapa dengan cerita berbeda. Tak perlu ku akui lagi pada semesta, tentangku yang masih belajar memegang komitmen. Aku tidak tahu ingin menyebutnya apa. Tak mudah memang merubah sikap yang menahun mengukungmu. Bukan dalam hitungan satu atau dua tahun, ini lebih dari itu.   Berkutat dengan segala janji, pada akhirnya, aku memilih ingkar kembali. Tak perlu mengingatkanku soal konsekuensi, sebab aku sudah tahu jawabannya. Februari ialah bulan kedua. Semua juga tahu itu. Tetapi menurutku ini bukan hanya perkara hitungan waktu. Ialah bulan kedua aku berjalan menuju perjalanan yang tumben saja aku seriusi. Sedikit tanpa arah, tak masalah. Bukankah hidup perlu proses yang panjang hingga akhirnya kamu pun matang? Melintasi hari layaknya seorang pesakitan, ini akan menjadi palu godam selama setahun. Hawa untuk berjuang itu datang kembali. Sudah berapa lama aku menghindar? Bila kemarin terbuai mimpi, inilah saatnya untuk bangki...