Langsung ke konten utama

Ujung-Ujungnya Pembatasan Plastik


Oeklah, 
Eh… kebalik. Okelah, topik yang ditulis kali ini sebenarnya bukan hal yang baru aja terjadi. Mungkin karena aku baru aja ngerasain gimana dampaknya, jadinya nekat buat ditulis di sini. 

Kalau dipikir-pikir, kayaknya udah lama banget aku terdampar di negeri antah berantah. Sampai hal yang seperti ini aja baru sadar. Berlebihan sih, cuma ya efeknya kurang lebih kayak ‘selamat datang untuk kamu yang kembali menginjak tanah setelah kelamaan bermimpi’.

Anyway

Ini adalah catatanku perihal pembatasan penggunaan plastik. Sebenarnya udah bukan isu baru lagi sih. Ya, aku paham betul dan sepenuhnya sadar. Mulai dari akhir tahun 2018, himbauan ini udah beredar luas terutama pas lagi belanja di supermarket. Aturan mengenai ini juga sudah diterapkan di Bali awal tahun 2019 kemarin. 

Jadi, kalau kamu kebetulan lagi belanja di supermarket yang namanya udah mentereng seantero negeri (perlu aku sebutin namanya?)  jangan harap belanjaanmu bakal dibungkus pakai kantong plastik atau kresek lagi. Jangankan supermarket, minimarket bahkan beberapa toko kecil juga udah gak melayani pembungkusan barang belanjaan dengan kresek. So, karena mereka udah gak menyediakan lagi, jangan lupa bawa tas belanjaan sendiri yak. 



 
Imbas dari pembatasan itu gak hanya pas belanja doang sih. Kalau kamu kebetulan lagi makan di suatu restoran, jangan kaget kalau misalkan dalam minumanmu gak tersedia pipet alias sedotan. Beberapa tempat makan di Denpasar juga udah gak menyediakan sedotan plastik buat minum. Solusinya, ya mesti bawa sedotan sendiri dari rumah. Kalau gak punya? Beli aja. Udah banyak kok online shop penjual sedotan yang bisa digunakan berulang kali. Jangan kayak orang susahlah.

Selain itu, gerakkan seperti ‘bring your own tumblr’ juga semakin marak. Gak cuma di dunia nyata, tapi juga merambah di sosmed. Lihat aja beberapa tagar dengan nama gerakkan di atas.  Sekalian kampanye healthy lifestyle juga kali yak? Seru juga tuh kayaknya bawa tumblr yang diisi infused water. Eeeaakkk…

Mungkin beberapa contoh itu hanya sebagian kecil upaya untuk mengurangi penggunaan plastik. Kalau mau lebih cermat lagi banyak kok. Berhubung yang lagi ramai di sosmedku hanya hal itu, jadi ya jangan protes kalau cuma tiga contoh itu doang yang aku sebutin. Salut juga sih sebenarnya. Orang-orang seketika langsung patuh dan jadi ramai yang ngelakuin hal itu. Tapi lebih bagus lagi kalau konsisten. Hehehe.  Cuma yang aku sayangkan, kenapa gak dari dulu aja ya hal yang begini terlaksana? 

Anyway… everything takes time to come in our life. Ya mungkin inilah masanya untuk sadar bahwa bumi gak muda lagi dan udah terlalu banyak juga kerusakan yang ditimbulkan sampah plastik bagi lingkungan.


Lantas bagaimana dengan aku?
Hmm… ada beberapa hal yang belum aku terapin sih.

Soal tumblr, ini sebenarnya penerapannya sudah dari dulu aku jalanin. Bahkan sebelum tagar itu ramai di sosmed. Kalau mau berangkat sekolah, aku selalu bawa minuman sendiri. Walaupun hanya sebotol kemasan air mineral yang dipakai berulang kali sampai udah mulai keliatan buteknya baru ganti botol. Oke, ini jangan ditiru. But at least, aku udah berusaha ngurangin sampah plastik kan meskipun caranya gak banget? Hehehe…

Bagian yang bikin aku sedikit kaget sama himbauan itu adalah pembatasan kresek untuk belanja. Aku tuh masih sering lupa buat bawa tas belanja kemanapun aku pergi. Kebiasaan sih, kadang kalo belanja dan barangnya sedikit, langsung aja masuk ke dalam ransel. Disamping itu, aku juga bukan tipe orang yang sering belanja. Bisa dihitung pake jarilah berapa kali aku masuk ke supermarket dalam sebulan. Udah lumayan hemat juga kan aku?

Kebiasaan itu membuat aku merasa belum terlalu butuh sama yang namanya tas belanja. Selain malas bawa, ada ransel yang jadi penyelamat. Permasalahannya, terkadang lingkungan sosial juga gak selaras sama gaya hidup aku yang cenderung cuek.

Contoh, aku tipikel orang yang jarang banget memesan makanan online. Nah, one day, abis rapat, karena pada kelaperan dan mager jalan, jadiah pesen makanannya lewat mas-mas ojek online ini. Aku baru ngeh ketika si mas-nya minta untuk sediain kantong belanja sendiri. Seketika juga inget kalau udah lumayan sulit menemui orang yang berbelanja dengan kresek yang menjadi pembungkusnya.

Itu baru satu pengalaman. Biasanya, dalam kamus hidupku, satu pengalaman belum cukuplah bikin kapok. So, masih dengan cueknya pula aku gak merasa perlu buat bawa tas belanja. Pas lagi jalan-jalan dan mampir di suatu toko roti, aku kaget ketika si mbak kasir ngasih barang belanjaan tanpa adanya kresek.

Ini seriusan, belanjaanku terpampang nyata gini? Ketahuan dong daku beli roti dengan harga paling minim disitu. Ketahuan juga dong kalo daku tergolong ekonomi minimalis alias kismin. Mana pas itu juga gak bawa ransel yang biasanya beralih fungsi jadi kantong belanja.

Karena itulah aku jadi sadar fungsinya tas belanja dan mencatat kuat-kuat dalam otak untuk membawanya kemanapun pergi. Bukan semata-mata buat membawa barang belanjaan doang sih. Tetapi juga merangkap untuk menyamarkan status sosial. Hehehe… gimana sih rasanya ketika barang belanjaanmu diketahui orang dan dia bisa menilai kamu hanya dari apa yang kamu beli? Ibarat kalau memberi hadiah ke seseorang pasti dikemas dulu kan barangnya?

Gak tahu deh, urusan sedotan mungkin kambing sun. Eh salah… coming soon. Tunggu aja betapa konyolnya aku nanti dengan pengalaman sedotan ini.

Wait

Kayaknya ada deh. Tapi sayangnya ini bukan hal yang konyol untuk diceritakan walaupun ekspresi wajahku sempat tidak terkontrol karena terkejut terheran-heran pas jumpa pertama kali.

Secara ajaib, pada hari yang sama, ketika aku masih memikirkan soal tas belanja, aku diajak makan di suatu tempat yang mengusung konsep eco-friendly ala old time Balinesse. Serasa diajak ke kehidupan pedesaan jaman dulu, dimana plastik dan sebagainya belum terlalu marak dan bikin ketergantungan seperti sekarang. 

Kalau biasanya makan menggunakan piring, mungkin perlu dicoba makan dengan alas anyaman bambu yang dilapisi daun pisang. Eits... tapi alas ini bukan sembarang alas anyaman. Bentuk wadah makanannya menyerupai cikrak atau serok jaman dulu yang terbuat dari bambu. Well, sayangnya kelupaan mendokumentasikan bentuknya yang agak lain. 

Belum selesai dibuat heran dengan bentuk alas makan, cara penyajian minumannya pun sama uniknya. Apa yang unik? Sedotannya. 

Iya sih, sedotan ramah lingkungan pastinya yang digunakan. Coba tebak, bagaimana rupanya? 

Yaudah deh, inilah bocoran tampilannya... 


Btw, udah ketebak mana sedotannya? 

Biasanya bentuk sedotan selain dari plastik yang sering aku temui tuh kalau gak dari stainless steel, terbuat dari kertas. Tapi baru kali ini aku ketemu penampakan sedotan dari bambu. Sepertinya warung makan ini memanfaatkan bambu dengan baik ya…


Katakanlah alayku kumat, tapi hari itu pikiranku membentuk suatu kesimpulannya sendiri. Semesta seolah berkonspirasi memberi pesan tentang lingkungan. 

Jujur, aku sempat merasa pesimis dengan aturan terkait pembatasan penggunaan plastik ini. Kenapa? 

Karena selain masalah kesadaran tentang lingkungan, ternyata aku gak sendirian kalau soal bebal terhadap aturan 😁. Alias masih banyak orang yang melanggar walaupun ada sanksinya. Ini sih dengan catatan, selama tidak ada yang mengawasi dan yang terkait bisa diajak kongkalikong alias kerjasama. 

Selain itu, sepertinya memisahkan penggunaan plastik dengan kehidupan manusia cukup sulit, karena alasan praktis dan ekonomis. Makanya plastik membaur dan melebur secara baik dalam segala aspek kehidupan manusia.

Meski sulit, bukan berarti gak bisa kan? Ini kan baru suatu langkah untuk mulai mengurangi penggunaan plastik secara masif. Bukan yang totally lepas dari plastik. Lagipula pembatasan ini sepertinya akan efektif pada plastik yang hanya sekali pakai. Hehehe...  Sedikit-sedikit, lama-lama apakah menjadi bukit? 

Aku senang, melihat kekompakan orang-orang dari berbagai latar belakang yang mulai peduli lingkungan dengan mengikuti aturan ini. Kayaknya bukan cuma aku doang yang senang, aktivis lingkungan pun demikian. Akhirnya... kerja keras mereka dalam mengampanyekan isu lingkungan mendapat tanggapan dan tindakan nyata. Andai saja sudah nurut sejak dulu, sebelum isu climate change menyerang dan bikin panik. 

Komentar