Langsung ke konten utama

Seperti Yang Dulu


Kembali lagi pada waktu yang sengaja aku khususkan untuk merenung.
Apa yang hendak direnungkan? Banyak.

Yeuuu… kalau begitu jawabannya mah gak usah ditulis 😏. Bukankah orang bakal merenung pada waktunya? Atau ketika udah terlalu banyak kejadian di sekitarnya? Apalagi kalo masuk dalam golongan kaum overthinking. Hal kecil aja bisa dijadikan bahan pikiran. Ruwet sendiri, capek sendiri. Cari penyakit emang, sekarepmu wes

Oleh karena itu, aku mulai menerapkan batasan kapan saja waktunya berlebihan dalam berpikir, salah satunya, ya… hari ini. Walaupun cuaca di luar tidak ada sendu-sendunya. Tidak mendukung sama sekali untuk menikmati lamunan seorang diri.

Anak yang lagi ngaca ini diambil dari sini

Setelah aku jauh berjalan, dan kau kutinggalkan rupanya ini sekaligus pengingat bahwa waktu yang kulewati lumayan banyak. Dan dalam titik ini, jujur saja ada rindu yang menggenang.

Rindu padamu? Itu halu, sayangku. Sebab kamu masih menjadi suatu keabsurdan yang menemani khayal-khayal yang kusembunyikan. Tetapi rindu tak tertuju padamu, jadi simpan saja dulu ge-ermu.

Jadi, apa yang dirindu? Tentu saja kenangan-kenangan lalu.

Tentang masa yang tadinya kupikir suram, namun makin memendarkan warnanya. Tentang masa pahit yang kepahitannya makin menyurut bila dikenang kembali. Tentang masa lelah, yang kemudian disyukuri kehadirannya. Walaupun, kalau punya pilihan untuk mengulang, aku tak akan mau untuk kembali. Gila aja, terus waktu yang saat ini sudah dilalui mau dikemanakan?

Yah… ini mungkin titik sulit lainnya yang kutemui dalam hidup. Rasanya, untuk keluar dalam jeratan ini, aku amat sangat perlu tenaga ekstra dalam diri, alias usaha mandiri. Meskipun masih suka sambat sana-sini. 


Akan aku hadapi semua, Ya Allah. Tapi sambil sambat dulu

Tetapi alhamdulillah, sesulit-sulitnya, aku masih berpikir bahwa saat ini pun juga hanya sebentar. Bentar lagi akan berganti. Meskipun tak ada yang tahu pasti bentar laginya berapa lama lagi.

Apa jatah bantuan untukku dalam menjalani kesulitan hidup sudah habis? Kayaknya pilihan bantuan kemarin telah kugunakan tanpa aku sadari. Pantas saja, seolah lancar-lancar saja hidup berjalan sesulit apapun cobaan.

Setelah membaca ulang catatanku juga bertukar pikiran seputar update kehidupan secara gerilya dengan kawan nyata, sampai juga aku pada lamunan panjang tentang hidup yang sudah kujalani sejauh ini. Sepertinya sulit menggambarkan secara detail sekalipun catatan ini adalah ruang bebas sebebas-bebasnya bagiku.

Obrolan itu membawaku pada suatu masa, hal yang sering mereka katakan 'old glory days'. Kembali mengenang masa lalu sedikit tidaknya jadi mempengaruhi hati, membisikkan khayalan yang tidak mungkin terjadi di balik kata seandainya. Sebuah rambu peringatan bagi hati yang rentan lupa bersyukur atas nikmat dan ujian dalam takdir yang dijalani.

Meskipun kehidupan saat itu tidak selalu seratus persen, tetapi Mega yang dulu seolah tahu apa yang dimau. Mega yang dulu pernah memiliki tujuan untuk menggapai hari-hari baru. Mega yang dulu berani melangkah dan mengambil risiko meskipun tak tahu kemana alur hidup akan membawanya. Mega yang dulu punya semangat menghadapi apapun kesulitannya nanti. Mega yang dulu… ternyata begitu hidup.

Sebenarnya, Mega yang dulu itu masih ada. Dia tak sepenuhnya pergi, hanya tengah menepi. Binarnya masih menyala, walau sesaat meredup. Sesekali sebuah pertanyaan mengintip, kapan Mega yang dulu akan kembali dari dormansinya? Menjalani hidup yang sebenarnya. Kali ini dengan sebaik-baiknya, dan tujuan yang lebih mendasar dan terarah.

Btw, seperti catatanku di sini, semoga saja panasnya mentari hari ini yang kuserap sesiangan cukup menjadi bahan bakar menuju tempat tujuan.


Komentar