Langsung ke konten utama

Going (Extra) Miles


Rasanya gak mungkin kalau dalam hidup gak ada perubahannya sama sekali. Beberapa tahun bertahan hidup di dunia, menyadarkanku apa artinya kenyamanan, kesempurnaan cinta ada saja hal yang berubah meskipun kita ingin tetap berdiam dalam suatu momen (mungkin).

Masih ingatkan waktu sekolah dulu tentang ciri-ciri makhluk hidup? Itu lho, yang salah satunya adalah bergerak. Jadi, mau gak mau, suka tidak suka kita memang harus bergerak.

Kalau bukan kita, siapa lagi?
Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kenapa seketika teringat sesuatu ya? 

Hm… bergerak yak?

Tiba-tiba aku jadi kepikiran kata-kata ini, target, progress, dan pencapaian.
Kenapa kepikiran kata-kata itu? Gak tau. Mungkin, karena mereka punya hubungan (entah sebagai kakak-adik, teman, keluarga atau apapun itu) dan seolah selalu menjadi tolok ukur perubahan yang terjadi dalam hidup seseorang.

Misalnya saja, ketemu teman yang udah lama gak saling bertukar kabar. Biasanya, pertanyaan awal yang selalu dijadikan senjata ampuh untuk membuka percakapan adalah 'Apa kabar?'
Iya, kan? Atau adakah yang punya pertanyaan lain?

Oke, dan semisal, kamu mendapatkan pertanyaan itu dari orang yang sudah lama gak diajak bicara, jawaban apa yang kamu berikan? Apakah jawaban dengan template yang sama? Toss… aku juga demikian. Hanya saja makin ke sini, aku jadi berpikir ada jawaban lebih mendalam yang diminta penanya dari sekadar, ‘aku baik.’

Karena akhir-akhir ini aku jadi sering mendapatkan apa kabar, pertanyaan itu lambat laun tidak lagi disuarakan oleh mereka, tetapi juga secara otomatis menggema dipikiranku. Apa kabar? Apa saja yang sudah terjadi selama ini?

Hemm… hidup itu pasti berubah kan, ya? Dan kita bergerak menuju perubahan itu. Sepertinya tidak perlu membahas dalam konteks perubahan fisik, karena hal itu suatu kepastian. Sayangnya, aku masih perlu beberapa saat untuk berpikir dan menyimpulkan jawaban tentang perubahan apa saja yang terjadi dalam hidup sejauh ini.

Kenapa begitu?

Karena sejujurnya, meskipun memang ada perubahan kecil, aku cukup menyadari bahwa untuk saat ini porsi yang stagnan masih lebih banyak. Gak perlu jauh-jauh ngobrolin tentang apa yang udah terjadi, ngobrolin ngapain hari ini aja masih suka bingung sendiri. Lagipula… does anyone really care about those small changes in our life?

Terkait dengan kata yang sebelumnya udah aku sebut, sejujurnya aku setuju kalau itu bisa sangat membantu untuk meringkas cerita yang sudah berlalu (atau rencana hidup?). Hehehe, karena itu yang biasanya bikin penasaran orang sih. Ya… mana tau kan ada hal yang bisa saja jadi bahan pelajaran untuk orang lain?

Tapi, bahasan soal pencapaian biasanya bisa juga sekaligus jadi aja pamer dengan gaya paling halus. Pamer yang gak terkesan pamer. Uhukkk.


Kalo ngobrolin soal pencapaian, kebanyakan orang menyimpulkannya dengan sesuatu hal yang besar dan terukur. Bahasan yang berpotensi bikin orang-orang silau dan mendadak insecure mendengarnya. Gampangnya, bahasan yang 'wah' walau proses dibaliknya 'waduh'.

Okelah, Mari kita mulai tulisan ini dengan apa itu pencapaian, atau yang lebih dikenal dengan prestasi. Lah… udah nulis segitu banyaknya belum dimulai juga ke pembahasan inti? Oh, belum. Tadi kan cuma intronya dulu. 

Jadi ingin berada dalam momen seperti di gambar 😊


Sejujurnya aku gak tahu, dan juga gak akan menulis pengertian tentang itu di sini. Ya, karena aku tidak tahu dan malas mencari. Bisa tambah panjang nanti. Tapi, kalau pakai standar yang kebanyakan orang pikirkan, mari diurutkan beberapa poin yang seperti dugaan orang menurut persepsiku. Plus, rasanya aku juga perlu me-list down apa yang sudah terjadi. Lumayan buat bantu aku menjawab kalau bingung ketika ditanya.
  1. Ranking
    Hehehe, aku baru sadar ketika menuliskan ini kalau dari jaman sekolah pun kita sudah dirancang jadi orang yang kompetitif. Buat sebagian orang sih, ranking bisa jadi acuan tentang seberapa unggul orang itu. Gak percaya? Coba lihat para ortu yang demen bangga-banggain raport sekolah anaknya.

    Dan… ya, mungkin jiwa-jiwa ambisku sempat terpantik dari hal ini sejak duduk di sekolah dasar (SD). Masuk 10 besar di kelas aja udah syukur Alhamdulillah. Sampai ketika harus pindah sekolah, keajaiban terjadi tanpa pernah diprediksi yang membawaku pada posisi tidak biasa.

    Naik SMP? Oh, tenang saja. Aku masih masuk ranking 5 besar kok. Cuma urutannya dibalik dari belakang. Ya… setidaknya aku masih konsisten walau dalam artian yang beda. Tapi ada satu momen yang bikin aku cukup terkejut. Tepatnya ketika hasil ujian nasional keluar, Nilai ujianku termasuk 10 besar nilai tertinggi di sekolah. Dan yah… ini terlalu ajaib, sebab rekor yang selama ini sudah melekat padaku. Ternyata momen drama korea terjadi juga di titik ini.

    Pindah ke SMA, aku malah gak begitu ingat tentang track record perankingan di jaman ini. Tapi, yang aku ingat, pas teman seangkatan ada yang inisiatif bikin ranking parallel demi menyusun strategi ke kampus impian, ternyata aku masih termasuk dalam zona yang bisa mengamankan kursi panas. Ya iyalah, wong jurusan yang dipilih ini agaknya gak masuk akal dan tanpa pertimbangan matang. Semacam asal pilih aja. 

  2. Jalur Lomba
    Lomba ya? Kayaknya aku tidak terlalu menyukainya kecuali berlomba-lomba dalam kebaikan. Hehehe. Tapi, siapa juga yang akan mengadakan perlombaan macam ini?

    Thanks to ranking, aku sempat ditunjuk untuk mewakili sekolah ikut Olimpiade, walau harus cukup puas hanya bisa sampai di tingkat kabupaten. Jaman SMP, gak pernah ikut sama sekali. Tapi pas SMA, mendadak aktif gara-gara ikut ekstrakurikuler meskipun belum sampai tahap juara sih. Paling banter sampai semifinal, itu pun langsung tersingkir kemudian. Tapi, apa yang begini bisa diakui juga, sedangkan kebanyakan dulu kayaknya baru bisa masuk lewat jalur prestasi kalau minimal pernah juara 3 skala nasional?

    Kalau toh pernah meraih juara, itu karena kerjasama tim. Jadi, aku tanpa tim, butiran debu juga. Sepertinya, ada satu momen dimana akhirnya aku mendobrak rekor yang belum pernah aku lakukan. Ini tergolong pencapaian yang mungkin gak seberapa, tapi cukup bikin aku tidak menyangka beberapa saat lamanya. Apa iya panitia gak salah orang?

    Aku pernah memecah rekor menulis cerpen dalam waktu dua jam dan meraih juara pertama seantero sekolah. Padahal sebelumnya, mana pernah kelar nulis cerpen dalam dua jam doang? Apalagi kalo ada penghambat seperti mood dan aku yang juga memiliki rentang fokus yang pendek.

  3. Konferensi, Pertukaran Pelajar, dan kegiatan Kepemudaan lainnya
    Apalagi kalau bisa ikut sampai level internasional. Widiw… keren banget yak rasanya bisa jalan keluar negeri karena misi? Apalagi kalau itu dibayarin 😆. Tapi… jangankan yang skala internasional, skala nasional aja belum. Eh… pernah deng. Bukan karena lomba, tapi karena iseng dan gabut liburan kuliah mau ngapain.

    Sempat ikutan program intern exchange ke Bogor untuk pengabdian masyarakat dan belajar walau cuma 2 minggu tentang sociopreneurship di bidang agribisnis. Setelahnya? Sepertinya gak pernah lagi. Karena terlalu sibuk urusan kuliah, organisasi, dan menata hati 😂.

  4. Pencapaian Lainnya
    Hmmm… apa ya? Rasanya begitu jaman belajar secara formal usai, sepertinya jadi lebih susah untuk cerita soal prestasi. Jadi, untuk bagian ini, daripada ngobrolin pencapaian, mungkin lebih enak bahas hal unik apa yang sudah terjadi padaku selama ini.

    Pernah bersekolah di salah satu rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI), dan masuk dalam kelas unggulan yang mengharuskan bisa berbahasa Inggris, ternyata cukup menguji mentalku untuk bertahan. Aku pernah bergelut dengan rasa minder yang parah karena adaptasi di awal yang sepertinya gagal dengan lingkungan baru ditambah lagi dengan bumbu-bumbu kesalahpahaman yang gak pernah diluruskan. Ternyata lingkunganku lebih ambisius dari yang aku bayangkan. Jadi ya… aku hanya seorang biasa yang tergolong beruntung karena kebetulan bisa berada di kelas unggulan selama tiga tahun. Itupun karena khusus kelasku, tidak ada perguliran.

    Memasuki masa kuliah, sepertinya aku lebih banyak berpikir tentang hidup seperti apa yang aku jalani berhubung aku kuliah di jurusan yang gak pernah kepikiran dan beda jauh dengan apa yang aku idamkan sejak jaman sekolah. Bisa kuliah saja saat itu adalah hal yang sangat aku syukuri. Jadi, kalau ada yang tanya, kuliah dapat apa? Dapat hikmah kehidupan 😂😅.

    Tapi walaupun begitu, syukurnya hasil belajarku tergolong kategori aman walau IPK gak nyampe 3.9. Pernah juga meraih nilai tertinggi yang hanya didapatkan oleh dua orang seangkatan, meskipun belum ada alasan pasti kenapa bisa begitu. Cuma, aku berpikir mungkin inilah hikmah anak yang terlalu jujur 😎. Sebab aku menulis 'surat cinta' pada dosennya terkait pengalaman belajar di matkul itu. Eits tapi…. pernah juga kok dapat nilai paling rendah seangkatan. Tidak peduli seberapa besar protesku saat itu, kalau sudah kuasa dosen mah apa hendak dikata.

    Kalau dipikir-pikir lagi, tiap masuk sekolah sampai kuliah, aku selalu mengandalkan jalur tes. Walaupun ketika mau kuliah, aku sempat takut bakal terjadi gap year karena aku sempat patah harapan.

    Aku wisuda ketika covid mewabah. Jadi tergolong generasi pertama wisuda online di kampus. Karena generasi covid, waktunya nyari kerja yang memang dasarnya sudah susah jadi lebih susah lagi. Udah gitu, di saat inilah kekuatan mentalku diuji sekali lagi.

    Memutuskan bertahan di saat kamu harus meyakinkan orang dan mengeluarkan semua kemampuan terbaik walau hasil tidak setimpal itu bukan perkara mudah. Tapi hikmahnya, kamu jadi tau sampai dimana batas kemampuanmu dan seberapa jauh kamu bisa bertahan. Anyway, aku juga jadi dapat kesempatan untuk mengembangkan potensi lain yang gak pernah disadari tanpa keberatan beban ekspektasi orang.

    Rekor terbaru, belajar intens dalam waktu dua hari dan meraih hasil yang mendekati batas ambang minimal dengan selisih dua poin doang. Memang belum lulus, tapi andai ini lebih dimaksimalkan dan tidak hanya mengandalkan faktor luck dari the power of kepepet, aku sangat yakin hasilnya mungkin bisa lebih memuaskan. Bukan gak mungkin aku bisa menembus batasan itu.

Well, semakin banyak aku menulis hal unik yang terjadi, makin panjang juga ini tulisan. Sepertinya gak akan kelar.

Jadi inget suatu cerpen yang berjudul Teman Paling Baik dalam buku kumpulan cerpen Segelas Air Untuk Guruku, dimana inti dari cerita itu, pencapaian tuh gak harus terus tentang hal mentereng lainnya. Bisa juga dari hal kecil yang tidak pernah diduga-duga.

Makin tambah umur pun, aku jadi membaca bahwa pencapaian tuh gak perlu muluk-muluk. Sesimpel bisa konsisten dalam melakukan hal paling sederhana pun bisa saja sebuah pencapaian kan?

Jadi pencapaian itu, personal sekali. Tergantung apa yang jadi tujuanmu dan bagaimana kamu mencapainya. And, as long as I live, I will count and continue the walk…


Komentar