Langsung ke konten utama

Tidak Tentu


Kalau gak salah ingat, aku pernah mengulas tentang kebebasan menurutku dalam tulisan ini: Kebebasan yang Kebablasan walaupun masih mengambang. Hehehe… jujur saja emang susah menggambarkan kebebasan yang ideal tuh macam mana, sebab terlalu abstrak untuk dibahas. Tapi setelah menonton film ini, gambaran awal kebebasan yang menurutku ideal hampir mirip dengan kehidupan yang dijalani tokoh utamanya.

No string attached. Just moving from one place to another.
Tapi… apa iya bisa menjalani kehidupan semacam itu? Sepertinya sulit.

Karena sebebas apapun yang diinginkan, rasanya bakal jadi kacau kalau semakin tidak terkendali. Well, apapun yang terlalu itu emang gak baik. Dasarnya selain makhluk yang individualis, manusia juga merupakan makhluk sosial, jadi apa mungkin tidak ada keterikatan? Ibarat petualangan Sherina, tetap saja ada tempat yang dituju, meskipun untuk berdiam sejenak. Udahlah neng, gak usah jauh-jauh. Di sini aja sama abang 🥴🤢

Aku rasa ini juga yang dipikirkan oleh tokoh utamanya setelah beberapa kali perjalanan yang dia lakukan. Btw, kenapa tertarik untuk nonton film ini? Karena nonton cuplikan filmnya di reels orang. Terutama ketika part si tokoh perempuan ditantang untuk 'menjual' pernikahan ke tokoh utamanya. Apakah dia berhasil? 

Fyi, film ini menyajikan open ending yang membebaskan penonton untuk menafsirkan sendiri bagaimana ujung dari cerita ini.

Poster filmnya. Coba tebak, selain George Clooney pemain yang lain siapa aja?

Singkat cerita, Ryan Bingham adalah seorang konselor yang memiliki misi untuk memecat sekaligus 'membangunkan' orang-orang yang putus asa akibat pemecatan bahwa mereka masih punya harapan. Pekerjaan macam ini tuh membuat dia berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. He really loves his current life and nothing matters for him being that way. Tapi, suatu hari ketenangannya nyaris terusik ketika seorang anak baru di kantornya menawarkan ide brilian untuk memangkas pengeluaran perusahaan. Nah, berniat memberi anak ini pemahaman, Ryan mengajaknya ikut perjalanan dinas (perdin) untuk observe bagaimana pekerjaan ini sebenarnya.

Lirikan matamu, menarik sapi

Eh iya, selama perdin, Ryan juga ketemu lagi dengan seseorang yang gak beda jauh dengannya, baik secara prinsip maupun gaya hidup. Bedanya, dia wanita. Well, memang udah fitrahnya laki-laki dan perempuan itu punya ketertarikan kali ya (?), begitu pula yang dialami Ryan. Rentetan hal mulai membuatnya berpikir tentang relationship, sesuatu yang selama ini diabaikan.

Bentar, aku mikir dulu apa caption yang tepat untuk gambar ini

Awalnya relationship, lama-lama merembet ke hal lain. Tentang prinsipnya, asalnya, tujuannya selama ini, bahkan kemana dia pulang?

Ternyata yang katanya gak perlu tempat tinggal untuk menetap karena bisa pindah sana-sini; Yang katanya gak perlu menikah atau memiliki keluarga kalau hanya butuh seseorang yang bisa diajak bicara; Yang katanya gak perlu apapun karena kalau toh mati gak akan dibawa juga dan ujung-ujungnya tetap sendiri, sampai juga pada suatu pertanyaan.

Sebenarnya apa yang dikejar dalam hidup?

Mau dibawa kemana hubungan kita?

Eh… tunggu, sepertinya ini mah kesimpulanku doang.

Anyway, sampai tulisan ini kelar, aku masih merasa ada beberapa hal yang mengganjal setelah nonton filmnya. Bukan karena alur ceritanya sih, tapi apa ya? 

Entahlah, aku masih mikir sampai sekarang. Padahal alurnya terbilang ringan. Tapi pesan yang disampaikannya yang gak santuy. Selain mewakili salah satu pertanyaan kebanyakan orang tentang hidup, menurutku film ini sukses menggambarkan the hole part yang dirasakan tokoh utama.

Ternyata orang yang masih berpikiran bebas, bahkan menjalani kehidupan yang bebas pun, masih merasa sulit dalam hidup. Sami mawon (sama saja).


Komentar

  1. Semangat terus nulisnya, keren banget 🤗🔥🔥

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk semangatnya, orang baik ☺

      Hapus

Posting Komentar