Mari lihat seberapa jauh aku bercerita dalam hitungan kesembilan ini.
Tak banyak hal yang kuukir. Masih tentang usaha untuk
menjadi baik. Aku rasa, sepanjang hidup pun akan terus bergumul dengan hal ini.
Entah sampai kapan. Sulit memang. Bukankah ujian memang tak pernah mudah? Bila
mudah, mengapa harus ada ujian?
Sekali lagi, jawaban sudah kuketahui dengan pasti. Yang
tidak pasti adalah keinginan yang mudah diterbangkan angin. Yang tidak pasti
adalah hasrat untuk membawa diri jatuh. Yang tidak pasti adalah tentang suatu
masa yang terus dipertanyakan sedang hadirnya saja belum tentu mendapat
sambutan.
Tak perlu bertanya, mungkin sudah tahu bukan apa jawabannya.
Lelah. Tetapi lelah saja tidak akan menuntaskan masalah. Aku tahu itu. Aku juga
belum ingin menyerah. Bisa saja inilah salah satu kesempatanku menikmati hidup
walau dengan payah.
Ah…
Satu episode lainnya sudah kulakoni. Mungkin pula untuk
menyangkal bahwa aku tidak selemah yang dikira.
Aku selalu menyukai perjalanan, malam hari, hutan, dan
makna. Pada gelap yang menyapa, aku hanya terus menelusuri suatu hal yang
membuatku mempertahankan senyumku. Mungkinkah melihat bulan yang bersinar
disana? Atau melewati hutan yang diterangi sinar bulan? Ataukah karena pada
akhirnya, aku menikmatinya seorang diri?
Cukup mengkhawatirkan untuk aku yang tidak terbiasa. Tetapi
aku menikmati satu demi satu tantangan yang aku alami. Tak terlalu sulit.
Ataukah karena aku yang terlalu senang pada akhirnya merasa bebas untuk waktu
yang lama?
Aku tahu, tidak seharusnya aku merasa senang dikala duka itu
menyapa. Tetapi aku tidak dapat membohonginya. Aku menikmati perjalanan itu
walau dalam nuansa duka.
Ah…
Aku bukanlah pelukis kata yang hebat. Aku tahu. Aku hanya
mengutarakan sebagian saja. Sebab selebihnya terlalu sulit untuk dijabarkan.
Tetapi rasa bisa memahami yang tersembunyi bukan? Walau hanya prasangka seorang
diri.
Satu hal yang pasti kurasakan juga, Aku menikmati warna rasa
lainnya. Hanya saja aku menjadi lebih sering menyimpannya sendiri. Dalam suatu
ruang tak bernama.
Ah…
Tidak semua warna rasa itu indah. Salah satunya adalah
paranoia yang tak bisa kuelak lagi. Harus segera dituntaskan bukan? Iya. Aku
tahu. Sebab tak ada lagi waktu untuk menundanya, setelah sekian lama.
Tetapi, Tolong!
Bagaimana cara menasehati diri untuk tidak menjadi seorang
pengecut pada rasa takut?
Adakah yang tahu?
Komentar
Posting Komentar