Langsung ke konten utama

Coba Kamu yang Jadi Aku!


Boleh gak kita tuker peran?
Aku jadi kamu, dan kamu jadi aku. Biar kamu paham, juga merasakan gak enaknya diabaikan. Ok, mungkin aku memang tidak semenarik itu untuk sekadar bertukar sapa dalam versimu. Aku juga mengakui parasku mungkin tak seelok ratu kontes kecantikan ataupun sekelas bidadari yang konon cantik juga rupawan. Tapi setidaknya, semoga saja rasa menghormati seseorang belum mati dari hatimu. Tolong jangan memperlakukanku berbeda seolah aku bukan manusia pada umumnya.

Coba bayangkan bila kamu yang ada di posisiku!
Ketika kamu menyapaku untuk berbasa-basi, namun sayangnya tak ada tanggapan berarti. Aku lebih memilih pura-pura tidak mengetahui dan tenggelam dalam layar game yang sedang aku mainkan. Bagaimana perasaanmu?

Kalau menurutmu itu tidak masalah, silahkan saja bertukar peran seterusnya. Biar kamu merasakan gak enaknya diabaikan. Ups, maksudku nikmatnya diabaikan seperti apa. Kuakui memang kita tak akrab.  Tapi salahkah bila hanya sekadar menyapa seperti pada orang lainnya? Terima kasih atas perlakuanmu yang semakin membuat moodku tak karuan.

Apa? Mau protes? Mau mengatakan bahwa aku cemen?
Baiklah, aku emang cemen.
Tapi maaf, dari sudut pandangku justru sebaliknya. Karena kamu gak punya sikap untuk menghargai orang. Kamu tergolong pemilih kemana akan menjilat dan menghargai mereka hanya dari pengukuran fisik. Sama sekali bukan sikap yang gentle. Atau mungkin, kata gentle tak pantas bersanding denganmu (?).

Terlalu kasar? Aku malah tak keberatan mengatakannya jika rasamu mati. Jika kamu merasa, syukurlah. Bila belum juga merasa, semoga Tuhan membuka mata hatimu yang buta itu.

Eits, jangan salah sangka. Aku tak butuh belas kasihanmu. Sia-sia saja. Bagaimana bisa seorang sepertimu yang mati rasa memiliki perasaan iba? Bahkan untuk menghormati orang lain saja tidak bisa. Ah... Seharusnya aku berpikir dua kali sebelum menyapamu tadi. 

Mungkin untuk saat ini aku gak bisa berbuat banyak untuk membalas perbuatanmu yang berulang. Selain sia-sia dan membuang tenaga, balas dendam itu dosa. Biar Tuhan saja yang menentukan jalan keluarnya. Seingatku, selama hukum alam masih berlaku, apa yang kamu tanam, suatu saat itulah yang dituai. Mungkin hari ini kamu bisa tersenyum senang karena tak merasakannya. Tetapi, lihat saja bagaimana hal ini nanti akan berbalik padamu. Terlebih bila orang yang kamu perlakukan merasa sakit hati. Bukankah doa orang yang tersakiti lebih cepat didengar? Tinggal tunggu tanggal mainnya saja nanti. 

Baiklah, tak perlu terlalu lama di sini. Sekarang, selamat mengejar gadis-gadis cantik yang ingin kamu sapa terlebih dahulu. Saranku, jangan berharap lebih. Persis sepertimu yang memperlakukanku, hati-hati bila para gadis itu juga berlaku sama. Atau... perlukah aku bantu menyiapkan cermin raksasa untuk menumbuhkan rasa percaya dirimu yang tak menapak tanah itu? Untuk sekadar melihat kadar kelayakan dirimu mendampingi gadis kelas bidadari?

Kalau dipikir-pikir lagi kasihan juga si pungguk merindukan bulan ini. Memiliki keinginan yang muluk tanpa sadar kemampuan diri. Anyway, semoga tercapai impiannya yang entah kapan. Mungkin suatu kutipan yang pantas untuk kisah ini adalah, 'teruslah belagu, walaupun tak keren.'

Ah... jangan lupa ngaca dan siapkan kemungkinan terburuk. Sebelum dikecewakan oleh harapan yang menggunung dan dihempas sekerasnya ke tanah. Sekadar informasi, itu sakit. Mungkin untuk seseorang lemah sepertimu tak akan kuat menanggungnya.


Komentar