Langsung ke konten utama

Dunia Nyata atau Dunia Khayalan, Mana pilihanmu?


Kalau diberi pilihan, mau hidup di dunia nyata dengan banyak ujian dan penderitaannya atau di dunia khayalan yang terlihat indah tapi semu? 

Iya sih, selama masih hidup di dunia, yang namanya senang dan susah itu datangnya giliran. Saat ini bisa aja sedang senang-senangnya menjalani kehidupan. Tapi di saat lain, ketika tertampar realita, rasanya jadi pengen melarikan diri ke dunia lain yang lebih menjanjikan kemudahan dan kesenangan. Seandainya bisa hidup di dunia khayalan, semua hal tentu bisa terjadi sesuai keinginan...

Sayangnya hidup gak melulu mengikuti apa yang dimau hati. Kalau begitu mah namanya keenakan. Memang dari sekian milyar orang yang hidup di dunia, hanya kamu yang harus diprioritaskan kenyamanannya? Gak adil dong buat manusia lainnya. 

Seperti sebuah potongan lirik lagu yang disadur dari pantun nasihat terkenal,
berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. 
bersakit-sakit dahulu, senang pun tak datang, malah mati kemudian. 

Pantun aslinya sih gak begitu. Tapi ya... namanya juga lagu, bertujuan untuk menghibur walaupun ketika mendengar liriknya aku pun jadi mengiyakan karena jarangnya bertemu kejadian yang senangnya kemudian setelah menghadapi derita berkepanjangan. Eh.... apakah ini sinyal kurang bersyukur terhadap nikmat kemudahan yang diberikan atas kesulitan yang udah lewat? Astaghfirullahaladzim. 

Ada masanya ketika hal yang susah, menyapa kehidupan. Ketika berada di titik terbawah dan tak ada yang mengulurkan bantuan untuk menolong. Ketika merasakan sepi dan tak ada yang datang menghibur dan menemani. Saat berteriak kesakitan bahkan menangis karenanya namun teredam hingar bingar yang menyibukkan dunia dan tak ada seorangpun yang mendengar. Saat terluka dan tak ada yang mengobati, bahkan peduli pun tidak. 

Aih.... sedapnya derita macam itu. Pantas saja kalau ada pilihan melarikan diri ke dunia khayal yang lebih menjamin kebahagiaan, mending pilih ke sana. Kan enak, bisa lebih bebas, lepas, gak terikat aturan, dan menjadi satu-satunya tokoh sentral dalam cerita. Siapa yang tidak mau? 

Secara, yang mengaturnya ya... diri sendiri, yang masih terdzalimi nasib karena merasa kurang beruntung. Jadi sebisa mungkin risiko menderita, ditiadakan dalam pikiran. Semua hanya tentang harapan, impian, cita-cita, orang-orang tersayang, perasaan, dan kehidupan menyenangkan yang kita inginkan; Yang naasnya belum terwujud di dunia nyata. Ya, semuanya. 

Meski menjanjikan keindahan, kebahagiaan, dan kenyamanan, apa iya seindah itu ketika nyatanya itu tidak terwujud dengan sebenar-benarnya? Perasaan semu dari orang yang kita sayangi; Mimpi indah yang hanya menjadi mimpi, sebab yang sebenarnya masih di depan mata, menanti dihadapi. Apa iya, masih memilih lari? Atau bergerak menghadapinya meski harus payah sekalipun? 

Dunia khayalan memang indah, sih. Sayangnya gak akan pernah jadi nyata bila tidak diwujudkan. Seperti sesuatu yang tak akan pernah usai dan menjebak lebih lama di dalamnya jika terlena. Sedangkan dunia nyata, mungkin tak selalu indah. Tetapi pasti ada yang bergerak dan menanti giliran untuk datang dan menyapa jalan hidup. Sebab bukan kita yang mengatur, percayalah, pasti ada hikmah atau pelajaran atau hadiah atas kesabaran dalam menjalani realita yang menyakitkan.

Seperti badai yang akan berlalu; Hujan yang diakhiri dengan indahnya pelangi; Malam yang diakhiri dengan hangatnya sinar mentari pagi, seperti itulah rencana Tuhan. Tuhan tidak akan pernah memberi cobaan di luar kemampuan hambaNya. Percayalah, ada balasan terbaik atas kesabaran menghadapi derita yang digariskan terjadi dalam hidup. Dari Tuhan, untuk kita. 

Inspired by a novel and personal experience.



Catatan telah direvisi dari tulisan aslinya di Januari 2024 😁

Komentar