Langsung ke konten utama

Sekadar Titip Jejak


Sesungguhnya tak tahu apa yang hendak aku bagikan di sini.

Yang aku tahu, perlu ada sesuatu yang kutinggalkan. Sekalipun bila tak ada sesuatu yang penting di dalamnya. Hehehe…

Kalau mau menjadi idealis, tentu saja aku mau meninggalkan jejak yang bisa menjadi inspirasi bagi mereka yang membaca tulisan ini. Hingga aku mulai menyadari, menjadi idealis itu melelahkan sekali. Mungkin… inilah saatnya aku menanggalkan sebentar idealisme itu. Sebab kalau aku masih membiarkannya ada sekarang, kemungkinan tulisan ini akan berakhir menjadi kumpulan draft yang tak kunjung dipublikasikan. Seperti teman-temannya yang lain.

Sejak tulisan terakhir yang dipost di blog ini, sebenarnya sudah banyak tulisan yang mengantri untuk dituntaskan dan diterbitkan. Bentar, kesannya seperti penulis yang sangat produktif ya? Hehehe…

Lonjakkan ide yang hadirnya tak terduga tanpa mengenal waktu dan tempat, menyuburkan keinginan untuk menjadikannya nyata. Ternyata aku memang seproduktif itu dalam menciptakan target pribadi yang menanti direalisasikan. Meskipun eksekusinya sendiri entah kapan. 

Memang sih, tulisan itu bukan suatu target wajib yang harus yang dipenuhi. Hanya suatu hal yang lahir dari keisengan belaka. Karena ia tumbuh dari suatu keinginan, jadilah niatan itu hanya bersifat spontan dan semaunya saja. Kalau sedang niat banget, semangat untuk menyelesaikan. Sedang kalau tak ada gairah, ujung-ujungnya menjadi tak tuntas dan terabaikan. Mungkin dari sekian persen yang sukses terealisasi, banyak yang hanya berujung wacana.

Tak ada komitmen penuh yang menjadi alasan untuk menyelesaikan. Hmm… lebih tepatnya aku yang masih belajar memegang komitmen dalam menuntaskannya. Meski kuakui, memang bukan hal yang mudah untuk tetap bertahan ketika dalam posisi kehilangan alasan kuat mengapa melakukannya (sebut saja motivasi). Terlebih bila motivasi itu hilang di tengah hal yang setengah berjalan. Dilanjutkan tak ada tenaga, ditinggalkan terlalu sayang untuk menjadikannya sia-sia.

Dalam bulan-bulan tanpa terbitan itulah, aku hanya menumpuk ide. Mengumpulkannya menjadi draft tulisan yang kuharapkan bisa segera kubagikan di tengah kesibukan baru yang aku jalani. Awalnya hanya satu tulisan tertunda, kemudian bertambah dan beranak pinak hingga aku kebingungan sendiri untuk menyelesaikannya. Hehehe, ternyata bukan hanya bakteri dan virus yang berkembang biak dengan cepat. 

Belum lagi kebuntuan untuk melanjutkan sebab terlalu lama diabaikan. Bila kubiarkan pikiranku merambah liar, mungkinkah ini petunjuk Tuhan sebab bisa saja tulisan itu tak banyak kebaikan di dalamnya?

Di saat termenung sekian lama dalam tumpukan hutang tulisan yang tak kunjung lunas itulah, sebaris kalimat hadir mengetuk kesadaranku. Tak apa bila memang tulisan itu tak sempurna, asalkan dia selesai dikerjakan. Karena, sebaik-baiknya tulisan adalah dia yang tuntas, daripada menjadikannya menggantung tanpa kelanjutan demi mengejar kesempurnaan.

Jadi

Mungkin suatu saat nanti, tulisan yang menumpuk dalam masa absenku akan terselesaikan. Meski seringkali jadi sulit menyingkronkan antara perasaan dan gagasan yang muncul saat itu. Atau bisa saja, momennya sudah tak lagi relevan. Hehehe, risiko tulisan tertunda.

Tetapi aku tak lagi memaksakan batasan ‘bagaimana seharusnya’ demi mengejar kesempurnaan dalam menjadikannya standar kelayakan. Sebab tulisan itu pun adalah refleksi, dari makhluk Tuhan yang juga tak sempurna. Bukankah kesempurnaan hanya milik Tuhan saja?


Komentar