Langsung ke konten utama

After All of These...


Tau-tau saja sudah lewat beberapa hari sejak lebaran kemarin. Sekaligus menjadi penjelas Ramadhan sudah berakhir di tahun ini. Tetapi rindu seolah belum cukup reda akan hadirnya. Siapapun yang kutanyai, akan memberi jawaban serupa. Ramadhan kali ini memang berlalu sangat cepat.

Padahal… fenomena cepatnya Ramadan berlalu sudah sejak lama dijelaskan dalam Quran. Hanya aku saja yang baru tahu. Duh, kemana saja aku selama ini?

Tetapi ini bukan soal perguliran waktu yang berlalu cepat, sebab itu hanyalah kuasa Allah yang mengatur. Ini juga bukan tulisan yang mengandung catatan apa-apa saja yang dilakukan selama Ramadhan. Tulisan ini ditujukan untuk mendokumentasikan sesuatu yang lain. Yang mengganjal dalam pikiran, juga yang masih kutelusuri apa hikmahnya.

Ribet amat ya?

Memang sih, ada suasana yang berbeda antara Ramadhan dengan bulan lainnya. Orang-orang yang punya rencana ingin banyak menjalankan ibadah di bulan biasa, jadi lebih mudah mengamalkannya selama ramadhan. Apa ini pengaruh setan yang dikurung, ya? Bisa jadi. Termasuk aku yang jadi rajin ke masjid selama hampir sebulan penuh, hingga mendapat julukan ‘hamba tahunan’ dari teman yang masih aktif menjadi pengurus masjid.

Karena hanya setahun sekali dan itu hanya sebulan tak penuh, praktis banyak wajah baru yang membuatku merasa asing sendiri. Sayangnya keterasingan itu juga turut memengaruhiku dalam menyambut keseruan Ramadhan. Tak banyak yang aku harapkan, selain dapat melaluinya dengan lancar dan konsisten.

Sepertinya aku harus berterimakasih pada anak-anak yang berada di Gaza, ataupun mereka, yang berada dalam keadaan terhimpit tetapi masih antusias menyambut Ramadhan. Terima kasih untuk senyuman yang membawa semangatku kembali. Yang dengannya, melebarkan pandanganku atas apa yang terjadi. Ternyata benar, kami masih banyak yang terlena dengan kenikmatan dunia, padahal sejatinya hanya tempat untuk mengumpulkan bekal ke akhirat.

Bila mereka yang kesulitan bahkan nyaris tiada harapan untuk bertahan hidup saja masih antusias menyambutnya, apa yang menjadikanku lesu padahal kondisiku lebih dari cukup?

Perlawanan yang meletus sejak Oktober lalu membuatku menelaah banyak hal dan berpikir lebih dalam tentang tujuan kehidupan. Memaknai kembali keyakinan yang kuanut, dan nilai-nilai dalam hubungan kemanusiaan yang banyak tergerus jaman dan terlupakan. Meski puluhan ribu jiwa menjadi korbannya. Belum lagi kerusakan parah infrastrukturnya hingga seperti kota mati.

Dengan kerusakan yang sedemikian masif, rasanya tidak berlebihan bila menyebut bahwa rakyat Gaza, dan mungkin Palestina sedang dimusnahkan secara massal. Sepertinya, bila tersisa seorang saja yang mampu berjuang untuk melawan kebiadaban yang terjadi, pasti akan didukung mati-matian dan dilindungi semaksimal mungkin agar tak punah. Hal inilah yang membuatku berpikir betapa pentingnya sebuah generasi dan peradaban.

Aku menyadari bahwa aku adalah salah satu dari milyaran manusia yang hidup di bumi. Jelas bila dibandingkan nominal yang besar, siapalah aku? Tetapi sekecil apapun kamu di bumi, tetap saja memiliki peranan yang kelak akan dipertanggungjawabkan ketika hari pengadilan nanti. Peran yang bukan hanya untuk mengamankan posisi sebagai bekal akhirat dan menunjukkan eksistensi, bahwa seorang Mega pernah lahir dan hidup sampai wafat di bumi Allah

Berpikir soal peran dan tanggungjawab, bukankah sebaik-baiknya adalah yang banyak memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya?

Sebenarnya hal ini sudah lama terpikirkan. Sejak bahasan soal cita-cita banyak dibicarakan dulu. Masih banyak yang belum terjawab. Tetapi bila yang kualami bukan hal yang baru terjadi, bukankah kesulitan ini akan menemui ujungnya nanti?

Dan… dimanakah tempat terbaik untuk berkumpul dan membentuk peradaban yang baik?


Itu baru satu hal. Ada satu hal lagi yang baru aku sadari juga akhir-akhir ini, meskipun masih sebatas praduga yang belum teruji secara ilmiah kebenarannya. Sepertinya, semakin bertambah umur, semakin merasa bahwa beranjak dari satu hal ke hal lain perlu energi yang gak sedikit. Apakah ini yang dinamakan efek usia?

Dua momen istimewa yang hadirnya berdekatan, memberiku insight baru hanya karena sebuah perasaan yang sama dalam menyambutnya. Entah darimana datangnya gejolak perasaan ini. Jika bisa dilukiskan, efeknya hampir sama seperti baru saja selesai menjemur pakaian di cuaca cerah, lalu mendung hadir sebelum membawa hujan. Mungkin pasrah menjadi pilihan terbaik. Serahkan saja pada yang Maha Mengatur. Sebab hanya Dia yang mengetahui hikmah dibalik sesuatu.

Tidak ada yang salah dengan menurut. Bagaimana rasanya ketika sesuatu yang kamu pertanyakan terjawab dalam waktu yang singkat, tanpa harus menunggu jeda? Justru karena hadirnya dadakan, banyak kejutan di dalamnya yang menjadikannya berkesan.

Bukan sekali dua kali sebuah nasihat hadir mengingatkan tentang makna Idul Fitri sebenarnya tak seperti yang diduga selama ini. Fithr (فطر) memiliki akar kata yang sama dengan Ifthar (افطار)Ringkasnya, bisa juga dikatakan bahwa hari ini adalah harinya makan-makan. Tidak seorang pun yang boleh dibiarkan kelaparan. Ternyata, hari ini justru menuntut kita untuk lebih peduli pada sesama, sekaligus membuka pintu silaturahmi selebar-lebarnya. Ajak mereka yang kamu kenal untuk duduk dan makan bersama.

Pantas saja, jika hari ini juga disebut lebaran (karena banyak makan jadi lebar-an) dan identik dengan makan-makan dan saling memaafkan. Satu hal yang menjadi catatan, perlu kebesaran hati untuk saling memaafkan kesalahan dan menerima dalam menjalin silaturahmi. Kalau masih terasa berat untuk memaafkan, mungkin makan-makannya kurang, jadi tidak merasa bahagia. Sebab, jika seseorang sedang merasa bahagia, bukankah akan merasa sedikit tersinggung dan menjadi lebih mudah untuk memaafkan?

Sini, banyak-banyak makan bersama agar lebih mudah memaafkan 😁😁😁.


After all of these…
Niatnya mau menulis dalam bahasa Inggris, biar matching dengan baris di atas. Apa daya? Mendadak lemah untuk menerjemahkan. Jadi, inilah salah satu pertanyaan yang sampai sekarang belum tuntas terjawab setelah mengalami suatu euforia. Kembali ke kesadaran setelah berlari sekian lama karena menuruti mau hati. 

Kalau ditelisik lebih jauh, momen-momen di atas memberikan pelajaran yang saling berkaitan. Ingin sekali bisa menuntaskan pertanyaan ini, tapi entahlah kadang hati sangat labil dan agak sulit ditebak maunya dan dipercaya. Karenanya, mari simpan catatan ini sembari membongkar perlahan jawabannya.

Eid Mubarak. Selamat berlebaran.

Komentar