Langsung ke konten utama

Berebut Tanah Warisan


Alkisah, pada suatu negeri yang jauh di sana, sekelompok kaum datang dan mengklaim bahwa tanah itu miliknya sejak ribuan tahun yang lalu. Dengan membawa dalil yang bersumber dari sebuah kitab yang mereka percaya dan beragam bukti sejarah, mereka meyakinkan penduduk dan dunia bahwa merekalah yang terpilih dan memiliki hak atasnya.

Sedangkan kaum yang mendiami tanah itu, menjadi saksi atas apa saja yang mereka lakukan. Mereka tidak lantas pergi dan meninggalkannya meskipun segala bukti telah dipaparkan. Tidak peduli pada kebengisan yang lambat laun akan memusnahkan keberadaan mereka. Bagi mereka, sebutir debu di tanah itu masih lebih berarti dari darah mereka sendiri

Mengapa?
Sebab mereka percaya, tanggungjawab untuk menjaga tanah itu ada padanya. Bukan hanya sekadar memiliki dan berkuasa atasnya. Tetapi menjaga kesuciannya dari kerusakan yang dilumuri nafsu untuk menguasai dunia.

Kumpulan anak-anak main burung

Barangkali kisah serupa sudah sering melintas di berbagai media massa yang kita simak. Terlebih dengan persebaran informasi kedua belah pihak yang semakin merambat kemanapun. Memang tidak ada ujungnya bila dituruti. Jika ditelusuri dari mana ini bermula, akan sangat jauh sekali untuk mengkajinya. Siap-siap saja berkelana ribuan tahun bahkan sebelum masehi. Sebab, perihal mengenai tanah ini memang sudah turun ketika ajaran Tauhid ditegakkan.

Mulai dari ketika Musa membawa kembali kaum ini ke tanah yang dijanjikan dan sikap mereka yang tertulis dalam Kitab terakhir, mendiami tanah itu setelah beberapa tahun tanpa arah dan tujuan, perebutan kembali, hingga berdirinya kerajaan Daud dan diwariskan Sulaiman. Setelahnya, kembali lagi tanah itu bergolak dan mengalami pergantian kepemimpinan. Kerajaan Assyria, Babilonia, Persia hingga Romawi mencatatkan namanya sebagai bagian yang pernah menguasai. Selama itu pula bani Israil berpindah-pindah.

Sejarah masih setia mencatatkan kisahnya ketika Muslim mulai menguasai tanah tersebut di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, era Perang Salib, kembali direbut dengan kepemimpinan prajurit Salahuddin Al Ayyubi, hingga jatuhnya Khilafah Utsmani dan mulailah terbentuk negara-negara beserta paham kenegaraan seperti yang kita kenal sekarang. Sampai detik ini, tanah yang dijanjikan itu masih bergejolak dan senantiasa mengalirkan darah.

Lalu mengapa harus peduli? Itukan hanya sebidang tanah, hanya perebutan wilayah kekuasaan.

Tidakkah pertanyaan 'mengapa' terlintas di pikiran?   

Tanah yang konon dijanjikan itu, apa keistimewaannya sampai harus diperebutkan sedemikian rupa?

Pertama, Tanah itu bukan hanya sebidang tanah
Lihat sendiri bukan bagaimana tiga agama besar di dunia turut di dalamnya dan memperebutkannya berdasarkan kronologis historis? Ya…. Tanah itu adalah tanah kelahiran para Nabi dan Rasul yang tercatat dalam 3 agama samawi (Yahudi, Nasrani, dan Islam). Tanah yang menjadi saksi dari bagaimana para utusan Tuhan itu menyampaikan ajaran tauhidnya.

Kedua, Masjid Tertua terletak di tanah yang dijanjikan tersebut
Masjid pertama memang dibangun di Tanah Haram, dan kemudian Masjid kedua ada di tanah ini. Dari suatu riwayat Hadits, salah seorang sahabat Rasul bertanya tentang masjid pertama dan kedua yang dibangun di Bumi juga selang waktu pembangunan keduanya. Bahkan mengenai hubungan kedua masjid ini pernah dilakukan kajian historisnya.

Salah satu sudut Masjid Al Aqsa, Masjid Kubah Shakhrah

Ketiga, Keistimewaan Masjidil Aqsa
Masjidil Aqsa pernah menjadi kiblat dimana Rasulullah menghadapkan wajahnya ketika shalat selama kurang lebih 14 tahun (13 tahun pada periode Mekkah ditambah ± 16 bulan periode Madinah). Kemudian kiblat shalat umat Islam berpindah dari Masjidil Aqsa ke Ka’bah hingga saat ini. Masjid ini juga menjadi saksi atas apa yang terjadi dalam peristiwa Isra' Mi'raj seperti yang tercantum dalam QS Al Isra' ayat 1.

Keempat, Tanah yang diberkahi
Beberapa ayat dalam Quran menjelaskan tentang keberkahan tanah yang dijanjikan ini, salah satunya tercantum dalam QS Al A’raf ayat 137. Terlebih dengan adanya peristiwa sejarah dan segala yang ada di baliknya, juga tiga poin keutamaan di atas, maka wajar saja bila tanah ini memiliki keistimewaan.

Sepertinya memang rebutan harta warisan itu tidak hanya terjadi pada generasi saat ini. Memanglah beberapa keturunan anak-anak Adam dan Hawa ini suka sekali rebutan sesuatu yang berharga. Kekuasaan, kepemimpinan, warisan, apalagi ini tanah yang dijanjikan Tuhan. Padahal, tanah yang dijanjikan itu, adalah untuk mereka yang taat pada Allah dan berserah diri padaNya.




Komentar