Langsung ke konten utama

Living a LIVE Life


Gambar ini hanya pemanis


Kalau kamu adalah orang yang suka heran atau bingung sama diri sendiri, Selamat. Kamu tidak sendirian. 

Dan aku rasa setiap orang di dunia ini pun demikian 😁. Cuma kadar fokus dan perihalnya aja yang berbeda.

Masih jadi misteri bagaimana untuk mendeskripsikan aku yang sebenarnya. Terlebih sejauh ini, aku tergolong orang yang enjoy berkenalan/bertemu dengan orang baru sekaligus gak masalah kalau harus menghabiskan waktu sendirian. Hmm… sepertinya aku malah lebih membutuhkan waktu untuk sendiri, biar bisa lebih fokus lagi. Rencananya sih begitu.

Ada dua kata yang biasa disematkan untukku bagi mereka yanga cukup sering berinteraksi dan mengenalku akrab, Social Butterfly. Selalu saja ada yang disapa dan dikenal dimanapun, kapanpun. 

Selain itu, karena dari kecil udah hiperaktif kali ya? sampai-sampai kata anak yang kalem agaknya kurang pas kalau dialamatkan padaku.

Padahal suwer deh, aku cukup kalem lho…
Hehehe...setidaknya ada walaupun sedikit 😁. Mungkin, ini hanya berlaku untuk orang yang belum mengenalku dan juga mereka yang berhubungan denganku hanya di sosial media. Yup, citra yang sebaliknya justru berlaku di sana.

Katanya selalu ada sisi plus dan minus dalam setiap hal, karena yang menciptakan adalah yang Maha Adil. Mungkinkah ini adalah suatu bentuk keadilan itu?

Dalam jagat maya, cara aku bersosialisasi berbanding lurus dengan dunia nyata. Bukan tipe orang yang berisik, atau sering berbagi setiap momen yang dilewati, sekalipun momen itu unik untuk diceritakan. 

Sesekali masih menyapa teman, itupun lewat jalur yang lebih personal dan hitungannya jarang. Eh, posting juga sih kadang. Meski masih bisa dihitung jari berapa kalinya dalam setahun.

Mega yang di sana adalah Mega yang terlalu diam dan mengamati cerita-cerita orang yang berlalu lalang melintasi lamannya. Hanya seorang yang mengamati dinamika yang ada. Sekaligus belajar dari pandangan orang-orang yang begitu aktif mengeluarkan buah pemikirannya dalam jagat maya. Gak percaya? Udah percaya aja, biar cepat 😁 

Eh iya, sepertinya aku juga pernah menulis tentang ini dalam tulisan berikut

Sebenarnya, menurutku itu bukan masalah, karena mungkin memang aku lebih nyaman seperti itu. Toh apapun yang terjadi di sana tak perlu serius ditanggapi, apalagi untuk sekadar membagikan kabar berharap seseorang yang diharapkan membaca dan jadi peka. Ya, walau ujung-ujungnya patah harapan lagi. Lempar kode sembunyi identitas. Eeaaakk…

Nah, bagaimana bila seorang yang kalem dalam dunia maya ini seketika harus tampil di depan kamera secara online? Apakah ini jadi hal yang mudah untuk dilakukan?


Sebelum lebih lanjut cerita tentang pengalamanku, mungkin seru kali ya membaca pendapatku tentang orang-orang yang melakukan siaran ini.

Aku dulu heran sendiri mengamati beberapa teman-temanku melakukan live atau siaran langsung dalam instagram (kalau tidak salah saat itu fitur ini baru saja release). Sempat terpikir beberapa pertanyaan dalam benakku tentang tujuan dan manfaat mereka melakukannya.

Apanya yang seru dari melakukan live bila tidak ada bahan pembicaraan khusus dan hanya sekadar melihat siapa saja yang kebetulan online? Sebegitu pentingkah untuk melakukan live walaupun viewersnya bisa dihitung jari? Mungkin beda jadinya bila yang nge-live adalah seorang influencer. Pasti banyak orang yang akan penasaran (kepo) bahkan untuk hal paling personal.

Kasarnya, orang-orang ini menurutku kurang kerjaan. Kok sempat-sempatnya melakukan live untuk topik yang super random? Tetapi yang nonton dan mengikuti live hingga selesai itu malah lebih kurang kerjaan lagi. Untuk apa?

Hehehe… but you'll never know what actually it is until you try it yourself. Dan kesempatan kali ini membawaku untuk mengenal seluk beluk dunia ini lebih jauh.

Live yang tadinya aku pikir ditujukan untuk entertainment saja ternyata punya manfaat yang lebih besar. Sebagai media diskusi online, misalkan. Bahkan banyak juga yang memanfaatkannya sebagai media untuk jualan dan lebih dekat dengan pelanggan mereka. Ini sekaligus membuatku berpikir, live itu hanyalah sarana. Orang-orang yang menggunakannya lah yang membuatnya jadi punya nilai.

Aku gak pernah punya pengalaman sama sekali berbicara di depan kamera sebelumnya. Apalagi melakukannya secara live. Jadi, wajar bila merasakan pressure seperti grogi, bingung mau ngomong apa dalam durasi yang cukup lama, dan merasa seperti sangat dinilai. Oho… ternyata tekanan itu begitu besar. Kalau bukan karena tuntutan, malas banget rasanya harus berbicara sendiri sampai bermenit-menit dan dilihat banyak orang. Tapi berhubung aku sangat berpengalaman dalam berbicara sendiri tanpa arah selama bermenit-menit setiap perjalanan pulang, sepertinya ini cukup membantu.

Rasa grogi atau nervous untuk berbicara di depan umum itu selalu ada. Hanya saja pengalaman yang dimiliki dan bagaimana mensugesti diri bahwa ini akan berlangsung baik-baik saja yang bisa mengontrol/mengatur kadar nervousnya.

Karena ini pengalaman pertama, selama kurun waktu tersebut, aku hanya bisa mengulang kata-kata saja dalam interval menit yang berdekatan. Aku rasa bakal membosankan sih. Tapi, wajar kan bila tidak selalu sempurna untuk hal pertama?

Dari pengalaman live itu banyak hal yang membuatku belajar. Pertama dari segi komunikasi, seperti bagaimana membangun interaksi dengan audience agar mereka tertarik untuk menonton lebih lama dan mengajak mereka untuk mengikuti tujuan kita. Kudu pintar memilih kata supaya gak membosankan dan segera memutar otak ketika lagi miskin bahan pembicaraan.

Kedua dari segi estetika. Ah… ini bagian yang lebih banyak mengubahku. Sejujurnya aku tipikel orang yang cuek soal penampilan. Tapi, sepertinya aku tidak bisa begini bila tampil di depan umum. Rasanya seperti membutuhkan seorang stylish untuk berkonsultasi mengenai apa yang bagusnya aku kenakan. Belum lagi tuntutan untuk tampil lebih fresh dan good looking di depan kamera. Sedikit-sedikit jadi perlu untuk bedakkan dan ngaca, memastikan semua terlihat oke.

Berhubung ini termasuk salah satu industri hiburan - walaupun ranahnya tidak seluas jangkauan pemirsa televisi - dan aku merasa terlalu banyak energi yang diperlukan dalam bidang ini, ada sih titik dimana aku pengen menyerah. Tapi, setelah membaca cerita dan sharing pengalaman dengan teman-teman yang melakukan hal serupa, rasanya apa yang aku tempuh ini baru awalan. Belum ada setengah jalan malah.

Jadi ingat salah satu konsep berbisnis, yang namanya memulai itu memang berat. Hampir segala aset yang kamu miliki diinvestasikan untuk membangun bisnis agar tetap berjalan.

Mungkin… segala hal yang aku rasakan dalam menjalani ini adalah salah satu bentuk investasinya. Hingga lama-lama aku pun terbiasa melakukannya. Padahal masih belum sempurna, dan jelas masih banyak hal yang perlu diimprove, udah mengeluh duluan.

Oh… sepertinya aku juga perlu mengucapkan terima kasih pada orang-orang yang tadinya kupikir sangat kurang kerjaan untuk mengikuti live dengan konsep random talk. Sebab tanpa mereka, mungkin aku akan tetap pesimis di awal mencoba. Karena mereka, aku jadi mengerti bagaimana harus bersikap agar didengar. Ternyata sepenting itu ya bentuk support terhadap seseorang yang membutuhkan.

Sederhana sih, tapi maknanya jangan ditanya 🙂.


Komentar