Hi, May… Menyapamu dengan sebaris kata diatas seolah menyapa diriku sendiri. Ah, bagaimana aku bisa lupa? Bukankah sudah sejak lama kita menyatu dan selaras dengan kehidupan? Hitunganmu mungkin saja ganjil pada kalender masehi, tetapi kamu menggenapkanku. Seterusnya, sejak pertama kali disinipun, kamu berbeda untukku. Hei, sebenarnya aku ingin berhenti untuk meromantisasi hal kecil ini dengan kata-kata yang lebih tepat menjadi dendang untukku. Hanya saja, andai rasa syukur bisa diungkapkan dengan rasa yang tak melulu menyentuh kalbu. Bisakah sekali saja, kita bercanda dalam mengungkapkan rasa, tetapi tidak demikian dengan makna? Selamat datang, bulanku. Kamu mungkin sudah tahu bahwa hadirmu selalu menggoreskan kesan di kalbuku. Tetapi tahun ini, kesan itu berbeda, menjadi dua kali lebih istimewa dari sebelumnya. Tahukah kamu? Semesta seolah menyambut dua kali untuk kehadiranku. Pertama, pada hari manusia diibaratkan s...