Langsung ke konten utama

Tentang Kegagalan...


Salah satu kelemahanku mungkin gak bisa bikin judul yang agak misterius dikit ya 😅?

Jadi dari judul aja udah gampang ditebak aku bakalan nulis tentang apa. Yup… kalian semua benar. Yaudah gak usah lama-lama. Silahkan dibaca ketika lagi sendiri aja. Karena ketika kamu membacanya ketika ada teman lagi curhat, nanti temanmu ngambek 😁.


Dulu banget, pas lagi ngantri makan di suatu warung makan, ada suatu poster menarik yang membuatku memperhatikan dengan seksama. Bukan karena gambarnya. Tapi karena tulisan di dalamnya. Kalo aku gak salah inget, kurang lebih tulisannya begini:

Ketika aku masih kecil aku bermimpi untuk menjadi juara di sekolah.
Ketika aku mulai remaja aku bermimpi untuk menjadi orang sukses.
Ketika aku mulai matang aku bermimpi untuk mengubah orang-orang sekitar.
Ketika aku mulai tua aku bermimpi untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Ketika aku berada di batas usia aku sadar bahwa yang paling penting adalah merubah apa yang ada dalam diri terlebih dulu .


Kalau mau diambil simplenya, sebenarnya mudah. Gak usah dipikirin terlalu detail untuk barisan kalimat barusan. Tapi, berhubung aku orangnya sedikit rumit, makanya jadi mengernyit heran sambil bertanya-tanya (ceritanya lagi monolog) ‘Kenapa dia sadarnya telat?

Otomatis aku yang waktu itu masih amat sangat polos dan belum bernoda (pede amat 😏) ngajak mama diskusi kecil saat itu, diawali dengan menunjukkan tulisan itu. Eh... si mama malah tersenyum tipis dan bilang, ‘emang bener’.

Okelah, mungkin itu memang benar. Tapi sebenarnya bukan itu yang aku harapkan. Meskipun, mungkin juga memang hanya jawaban itu yang bisa diberikan untuk aku saat itu. Berhubung aku sendiri juga gak benar-benar bertanya. Jadilah missed communication yang tidak diharapkan (dan sepertinya tidak pernah ada yang mengharapkan terjadinya ini) antara aku dan mama, yang berakhir dengan pertanyaan menggantung di kepalaku. Meskipun sepertinya aku tidak ingat kapan menaruh gantungan di kepala.

Itu udah bertahun-tahun yang lalu terjadi meskipun aku masih gak tau makna sebenarnya apa. Terkubur gitu aja dalam suatu ruang yang bernama pikiran. Dan setelahnya aku gak pernah ngungkit lagi masalah itu.

Tapi…

Kegagalan kemarin bikin aku ingat lagi sama memori yang udah terkubur beberapa tahun yang lalu. Masih utuh gitu aja. Gak ada yang berubah (memangnya mengubur jasad yang sampai berubah wujud?). Mendadak barisan kata-kata itu menguar gitu aja dalam suatu ruang yang sering kusebut akal-akalannya Mega.

Harus kuakui, ada sedikit kemiripan alur antara si ‘aku’ dalam tulisan itu dengan aku, yang menulis catatan ini, terutama dengan apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini (Yah… curhat). Ya emang sih, aku mungkin belum sampai di batas usia yang dimaksud dalam tulisan itu. Tapi, dalam hal ini makna batas usia itu bagiku adalah sesuatu yang gak akan ada kesempatannya lagi. Alias, cuma sekali seumur hidup.

Jadi gini, pernah gak sih kamu berada pada satu titik dimana sesuatu itu begitu kamu inginkan selama ini, then when the time comes, you still trying to reach it but at the end you fail?

Aku pernah, dan sayangnya itu sedang terjadi saat ini. Berkali-kali, malah.

Mungkin ada sebagian yang berkata bahwa apa yang aku alami itu bukan kegagalan, hanya belum beruntung dengan percobaan yang salah langkah. Mungkin bisa saja benar. Mari kita tampung dulu pendapatnya. Tapi aku sendiri memandangnya berbeda. Hehehe…

Kegagalan yang belakangan ini aku alami hanya memperbolehkan aku menempuh satu cara dan gak ada kesempatan kedua untuk mengulang.

Pada suatu titik karena terlalu asik mengejar tujuan, ada satu hal yang sama pentingnya untuk dilakukan, dan sayangnya aku lupa mengikutsertakannya. Lebih perihnya lagi, hal itulah yang sekarang jadi boomerang buat aku (btw, ini bukan mode kamera yang lagi sering digunakan itu ya).

Persis seperti si ‘aku’ yang ada dalam tulisan itu, yang telat sadarnya. Ya, ujung-ujungnya menyesal pun gak guna.

Wait… berguna sih. Tapi kalau untuk balik dan memperbaiki kejadian di kesempatan itu lagi buat apa? Toh waktu gak akan kembali kan? Seberapapun kita meminta untuk bisa memutar ulang. Eh… tapi, kalau seandainya waktu bisa diputar ulang, apa kamu mau? Termasuk bila harus mengulangi rasa sakitnya? Ah… aku tidak mau lah.

Dan di titik inilah aku bisa merasakan si ‘aku’ yang berada pada batas usianya. Di titik ini, aku sadar bahwa sebenarnya aku perlu untuk memperbaiki dalamanku terlebih dulu (hayooo jangan berpikiran aneh-aneh. Mari kita budayakan positive thinking).

Untuk memperbaiki diri mungkin gak akan mengenal kata terlambat. Ya, karena kita kan terus berubah-ubah, bahkan tanpa kita sadari. Lagipula kita juga gak akan pernah tahu, apa yang terjadi nantinya setelah perubahan itu. Mungkin saja ada kesempatan baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.

Tapi… kalau mengingat-ingat lagi kegagalan pada hal yang pernah kita rencanakan itu, apalagi tidak ada kesempatan lagi untuk itu, hehehe…. Masih sakit sih.

Well, sekarang tibalah waktunya memilih. Apa mau terus-terusan ngeliat ke belakang dan melewatkan hal baik yang ada di depan? Atau menjadikan masa lalu yang gagal itu menjadi cerminan atau pembangkit agar gak salah melangkah lagi.

Tau sih, ini bakal beda jauh sama prakteknya nanti. Tapi, apa salahnya mencoba kan?

Karena, kalau terus menerus menatap masa lalu, di situlah mungkin jadi titik rentan jatuh dan lupa sama pilihan yang telah diambil. Hahahaha… ini serius.

Aih… tulisan kali ini berat ya? Beratnya kenapa? Apa karena terlalu muter jadi susah untuk dipahami? Kalo gitu kamu gak sendirian. Aku juga sama, walau aku yang menulis.

Ya intinya… jaga diri kalian baik-baik ya. Jangan kayak si ‘aku’ yang baru menyesal di batas usianya dan sebenernya udah terlambat untuk menyadari.


Komentar