Langsung ke konten utama

Postingan

Gegara Lagu Ebiet G. Ade: Kalian, Dengarlah Keluhanku

Apakah buku diri ini harus selalu hitam pekat? Apakah dalam sejarah orang, mesti jadi pahlawan? Ternyata bukan hanya jalan menuju Roma saja yang banyak caranya, memaknai lagu pun sama. Tetapi dari sekian cara yang dilakukan, aku menyukai mereka yang menginterpretasikan sebuah lirik lagu dengan suatu sudut pandang dalam sebuah tulisan, terutama lagu-lagu yang liriknya implisit. Agak ribet yak, wak ? Lagipula katanya, lagu adalah salah satu cara berekspresi kan? Sejujurnya ketika menulis ini, Kalian Dengarlah Keluhanku masih menggema layaknya lagu yang diputar terus menerus. Padahal lagunya sudah berhenti bernyanyi sejam yang lalu. Apa mungkin karena pengaruh koleksi musik papa yang sering diputar dulu hampir setiap sebelum beraktivitas? Sejauh yang aku amati, lirik lagunya om Ebiet belum pernah gagal untuk mengajak orang merenungi fenomena yang ada di sekitar. Dengan catatan, bagi orang-orang yang memang mau memikirkan. Sekalipun dalam bayangan, aku sulit menempatkan diri dalam posisi
Postingan terbaru

Sepotong Kain Penutup yang Menjulur

Ketika melihat barisan angka di kalender dan penandanya, seketika aku tergelitik untuk menulis. Sejujurnya, aku termasuk golongan orang yang suka bertanya, mengapa hal kecil perlu dirayakan? Contohnya, seperti saat ini, dalam rangka memperingati World Hijab Day . Bahkan untuk memakai kerudung pun ada hari peringatannya? Tetapi lambat laun aku menyadari, peringatan itu tak melulu bersifat personal. Mungkin lebih ke peningkatan kesadaran secara kolektif, mengingat ada urgensi di balik persoalan yang diperingati itu. Seperti peringatan hari ini, persoalan tentang hijab masih jadi bahasan di beberapa kalangan dan situasi. Ada yang berpendapat mengenakannya adalah sesuatu yang wajib, namun tak sedikit pula yang menganggap tidak demikian. Ada yang dilarang menggunakannya, sedang ada juga yang memilih menanggalkannya dengan sukarela. Ada yang prosesnya dimudahkan, ada juga yang mesti kesulitan melaluinya. Rupa-rupa warnanya. Hijau, kuning, kelabu, merah muda dan biru. Lah… Sudah lama tersimp

Surat Maryam, Natal, dan Bethlehem

Dalam suatu mihrab, seseorang bermunajat pada Tuhannya. Memintanya mengabulkan pengharapannya dengan sangat lembut. Katanya, "Sungguh belum pernah sekalipun aku kecewa untuk meminta padaMu. Sebab kekhawatiran sepeninggalku, maka karuniailah aku seorang yang akan mewarisiku, dan keluarga Yakub, dan jadikanlah ia seseorang yang engkau ridhai.” Tak lama kemudian, Tuhan pun memperkenankan doanya di tengah kemustahilan nalar manusia. Tetapi… bukankah tidak ada yang tidak mungkin bagiNya? Lalu kisah tentang seorang perempuan yang dimuliakan karena kepatuhannya pada Tuhannya. Suatu ketika, di tengah pengasingannya, beliau bertemu sosok asing yang sempurna. Tetapi keindahannya justru menjadikannya memohon kepada yang Maha Pengasih dari sesuatu yang keji. Hingga sesosok asing itu menerangkan siapa dirinya dan apa yang diperintahkan padanya. Sekali lagi, kabar tentang sesuatu yang mustahil bagi nalar manusia. Tetapi kuasaNyalah yang menentukan apa yang dikehendakiNya. Kemudian perempuan itu

Bagaimana Jika...

Sedang asyiknya blog walking dan melihat tanggal kapan postingan terakhir itu ditulis,  seketika aku berpikir.... Bagaimana jika si pemilik blog yang aku kunjungi sudah tinggal nama? Sedang bertukar sapa dan saling bertanya kabar walau hanya lewat ketikan. Melihatnya online dari sebaris status yang terpampang di layar,  aku seketika berpikir... Bagaimana jika itu menjadi saat terakhir berbicara dengannya? Sedang asyik menertawakan sebuah lelucon, dan menikmati saat berkumpul bersama mereka -orang-orang yang menempati jajaran prioritas utama-,  seketika aku berpikir... Bagaimana jika momen ini tidak lagi ditemui di lain hari? Masih ingat siapa adik ini?   Jangan tanyakan mengapa. Aku pun tak mengerti bagaimana jika... membawaku pada sebuah pemikiran mengenai batasan. Lengkap dengan sendu sebagai pengiring detik yang senantiasa menghantarkan setiap langkah menuju batasan itu. Untuk sebuah pengandaian yang tiada terencana, seharusnya tak sejauh itu, kan?    Seharusnya.... Tapi tidak seh

Berebut Tanah Warisan

Alkisah, pada suatu negeri yang jauh di sana, sekelompok kaum datang dan mengklaim bahwa tanah itu miliknya sejak ribuan tahun yang lalu. Dengan membawa dalil yang bersumber dari sebuah kitab yang mereka percaya dan beragam bukti sejarah, mereka meyakinkan penduduk dan dunia bahwa merekalah yang terpilih dan memiliki hak atasnya. Sedangkan kaum yang mendiami tanah itu, menjadi saksi atas apa saja yang mereka lakukan. Mereka tidak lantas pergi dan meninggalkannya meskipun segala bukti telah dipaparkan. Tidak peduli pada kebengisan yang lambat laun akan memusnahkan keberadaan mereka. Bagi mereka, sebutir debu di tanah itu masih lebih berarti dari darah mereka sendiri .  Mengapa? Sebab mereka percaya, tanggungjawab untuk menjaga tanah itu ada padanya. Bukan hanya sekadar memiliki dan berkuasa atasnya. Tetapi menjaga kesuciannya dari kerusakan yang dilumuri nafsu untuk menguasai dunia. Kumpulan anak-anak main burung Barangkali kisah serupa sudah sering melintas di berbagai media massa yang

Prasangka

Ada satu postingan menarik yang aku temui pagi ini 😊. Sebenarnya, ini adalah cerita seorang murid yang menulis awal bertemu sampai pengalaman belajar dengan gurunya tersebut. Ternyata, ada momen dimana interaksi mereka dalam proses belajar itu tak selamanya berjalan mulus. Ada saat-saat ketika si penulis merasa tak sepaham dan jadi punya prasangka sama gurunya, sedang gurunya tak sedikitpun menggubris. Kalau dalam posisi itu, kesel gak sih merasa diabaikan?  Eh, tapi apa iya boleh tantrum dihadapan orangnya? Apalagi ini seorang guru. 🤔 Postingan itu bisa lebih lanjut dibaca di sini . Yang aku garis bawahi adalah ketika si penulis menyadari bahwa dia perlu proses untuk memahami. Ada waktu yang diperlukan sampai akhirnya dia menemukan jawaban atas prasangkanya. Untungnya, selama dalam proses tersebut, semua prasangka itu disimpannya sendiri. Gak kebayang kan, kalau udah terlanjur tantrum dan apa yang disangka tidak terbukti? Malunya itu lho 😶‍🌫😖… Hal ini jadi mengingatkanku pada sua

Tidak Tentu

Kalau gak salah ingat, aku pernah mengulas tentang kebebasan menurutku dalam tulisan ini:  Kebebasan yang Kebablasan  walaupun masih mengambang. Hehehe… jujur saja emang susah menggambarkan kebebasan yang ideal tuh macam mana, sebab terlalu abstrak untuk dibahas. Tapi setelah menonton film ini, gambaran awal kebebasan yang menurutku ideal hampir mirip dengan kehidupan yang dijalani tokoh utamanya. No string attached. Just moving from one place to another. Tapi… apa iya bisa menjalani kehidupan semacam itu ? Sepertinya sulit. Karena sebebas apapun yang diinginkan, rasanya bakal jadi kacau kalau semakin tidak terkendali. Well, apapun yang terlalu itu emang gak baik. Dasarnya selain makhluk yang individualis, manusia juga merupakan makhluk sosial, jadi apa mungkin tidak ada keterikatan? Ibarat petualangan Sherina , tetap saja ada tempat yang dituju, meskipun untuk berdiam sejenak. Udahlah neng, gak usah jauh-jauh. Di sini aja sama abang 🥴🤢 Aku rasa ini juga yang dipikirkan oleh tokoh

Cerita dari Secangkir Espresso

20 Juni 2023, Malam itu, di suatu sudut cafe, aku masih terdiam menanti kedatangan seseorang. Terakhir kali meninggalkan jejak, dia mengabarkan tengah menuju ke tempat kami janji bertemu. Eits… ini bukan kencan. Jadi cerita ini akan jauh dari cerita romansa yang diharapkan terjadi. Tapi aku sengaja menandai tanggal ini, sebab ini pertama kalinya aku mengenalnya. Mengenal siapa? Nanti juga akan tahu sendiri. Tiada kegiatan lain yang aku lakukan saat itu selain mengamati situasi sekitar dan membolak-balik buku menu. Menemukan apa yang sekiranya cocok untuk menemaniku dalam pertemuan kali ini. Hingga orang yang kutunggu tiba, pilihanku jatuh pada secangkir espresso dengan berbagai pertimbangan. Samar kulihat nampak kerutan pada dahi seorang perempuan yang mencatat pesananku. Mungkin dia merasa ada yang salah, sehingga memastikannya kembali. Iya, aku baru menyadarinya setelah sebuah pertanyaan terlontar darinya. Meskipun setelahnya ganti aku yang mengernyit. Ah… ternyata selain menguap d

Going (Extra) Miles

Rasanya gak mungkin kalau dalam hidup gak ada perubahannya sama sekali. Beberapa tahun bertahan hidup di dunia, menyadarkanku apa artinya kenyamanan, kesempurnaan cinta  ada saja hal yang berubah meskipun kita ingin tetap berdiam dalam suatu momen (mungkin). Masih ingatkan waktu sekolah dulu tentang ciri-ciri makhluk hidup? Itu lho, yang salah satunya adalah bergerak. Jadi, mau gak mau, suka tidak suka kita memang harus bergerak. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kenapa seketika teringat sesuatu ya?  Hm… bergerak yak? Tiba-tiba aku jadi kepikiran kata-kata ini, target, progress , dan pencapaian. Kenapa kepikiran kata-kata itu? Gak tau. Mungkin, karena mereka punya hubungan (entah sebagai kakak-adik, teman, keluarga atau apapun itu) dan seolah selalu menjadi tolok ukur perubahan yang terjadi dalam hidup seseorang. Misalnya saja, ketemu teman yang udah lama gak saling bertukar kabar. Biasanya, pertanyaan awal yang selalu dijadikan senjata ampuh untuk membuk

Soal Memaafkan...

Eid Mubarak, Yeorobun … Eh, apalah ini? Semacam ada yang aneh dari sapaan di atas. Hmm… semoga belum bikin otak keriting untuk paham ya? Tapi ngertilah ya, maksudnya bagaimana. Baiklah, sekali lagi aku mengucapkan: Selamat merayakan Idul Fitri, kengkawan 😄😁 Berhubung masih dalam bulan Syawal yang erat kaitannya dengan suasana lebaran (meskipun hanya terasa di minggu-minggu awal), kayaknya belum lengkap kalau belum saling maaf-maafan. Mohon maaf lahir batin ya, kalau mungkin selama membaca blog ini ada salah penyampaian yang membuat kengkawan sekalian tersungging , tersinggung. Sebenarnya tiada niatan seperti itu. Tapi, kalau kebetulan begitu, berarti anggap aja lagi apes. Karenanya, silahkan coba lagi.  Hehehe... Gak deng . Aku beneran minta maaf 😊🙏 Seperti yang sudah-sudah, ada satu hal yang membuatku tergerak untuk menulis di momen lebaran kali ini. Berhubung minta maaf saat momen ini sudah menjadi tradisi —selain pulang kampung pastinya— , sepertinya menarik bila sedikit berbagi